Ilustrasi |
BABUJU Report,- Fenomena
Pernikahan dini menjadi sesuatu yang hangat dibicarakan di Kabupaten Bima akhir-akhir
ini. Pembicaraan hangat ini bukan karena pernikahan dini sedang ‘membooming’, namun karena persoalan ini
terjadi dalam dunia pendidikan Bima. Tahun 2012 ini, dari 149 Siswa SLTP
sederajat di Kabupaten Bima tidak hadir UN, 21 siswa diantaranya karena sudah
Menikah. Hal itu diakui oleh Ketua Panitia UN Kabupaten Bima, Drs. Basyirun,
M.Pd.
Menurutnya Siswa/i yang telah menikah ini telah masuk dalam
data base peserta UN pusat. Sehingga besar kemungkinan mereka menikah pada
kelas III SLTP sederajat. “Data base peserta UN diajukan oleh pihak sekolah dan
diteruskan oleh Dinas terkait ke pusat. Tentu siswa yang diajukan adalah siswa
yang naik kelas III” Ungkapnya.
Dikatakannya bahwa dari data yang dihimpun pihak panitia,
yang menikah lebih awal setelah terdaftar sebagai peserta UN adalah siswi atau
perempuan. “Dari 149 yang tidak hadir UN, hanya 1 siswa yang berketerangan
Sakit dan akan melaksanakan UN susulan pada 30 april – 4 Mei nanti, 21 diantaranya telah menikah dan
selebihnya tanpa keterangan” Ungkap Basyirun.
Dari data yang berhasil dihimpun, bahwa pada tahun 2012 ini,
siswa yang paling banyak telah menikah sebelum UN dilaksanakan yaitu, di SMP 2
Belo, yakni sebanyak 7 orang. SMP ini juga termasuk yang memiliki data ketidak
hadiran UN tertinggi di Kab Bima, yaitu 35 siswa (termasuk 7 orang yang telah
menikah). Disusul oleh SMP Terbuka Sape,
13 tidak hadir UN, namun tidak ada keterangan siswa/i yang tidak hadir karena menikah di SMP ini.
Pernikahan Dini pada umur-umur SMP adalah sesuatu yang
sangat membahayakan bagi generasi. Selain karena rahim masih muda serta sikap
dewasa yang masih labil, juga akan mempengaruhi lingkungan kehidupan sosialnya.
“Memang dulu, masyarakat Bima pernah hidup dalam jaman pernikahan umur belasan
tahun, pada masa diberlakukannya ‘Nika Baronta’ untuk menghindari perampasan
gadis oleh jepang sekitar tahun 1940 – 1949 di Bima” tutur, Julhaidin,
Koordinator Komunitas BABUJU
Masih menurutnya, bahwa fenomena Pernikahan dini di Bima,
juga sempat heboh pada awal tahun 80an, saat itu orang tua menikahkan anaknya
lebih cepat akibat dinamika pergaulan dan rasa malu akibat aib yang masih
kental ditengah masyarakat social Dana Mbojo. “sehingga ada istilah ‘londo iha’
Namun kini, jaman sudah berubah, apalagi ditengah Pemerintah Propinsi sedang
gencar-gencarnya mensukseskan program menurunkan angka kematian ibu atau
dikenal Akino (Angka kematian Ibu Nol; red)”
Ujar pria yang biasa di Sapa Rangga ini.
Dari sisi kesehatan, menurut Wanti Kirmanti, SKM, M.Kes, bahwa
pernikahan dini sangat rentan dengan keguguran akibat lemahnya kandungan. Secara
Psykologis juga belum siap untuk menghadapi dinamika rumah tangga yang
kompleks. Disamping itu besar kemungkinan lahir premature akibat kesiapan rahim
seorang ibu yang menikah dini labil. “Ini akan mempengaruhi psikologis social,
akibatnya, kematian Ibu saat melahirkan akan tinggi” Ujarnya.
Dinamika ini, tentu menjadi PR (Pekerjaan Rumah; red) bagi pihak-pihak
terkait terutama didunia pendidikan. Kehancuran generasi akan mengakibatkan
kehancuran bangsa. Generasi yang baik bertanda baiknya peradaban kehidupan bangsa pula. (Liputan: Nisa/Ahyar)