
Oleh: Sofiyan Asy'ari
Sarjana adalah impian mahasiswa ketika menempuh proses studi di perguruan tinggi (PT). Satu di antara syarat menjadi sarjana, selain lulus semua mata kuliah, juga menyusun karya tulis atau yang disebut dengan Skripsi. Seyongyangnya Skripsi itu dibuat oleh mahasiswa sendiri, namun kenyataannnya dibuat orang lain. Mengapa harus memilih jalur membayar jasa pihak lain?
Handphone (HP) seorang dosen berdering. Sesaat kemudian telepon diterima. Dari seberang ada yang menyapa dan menyampaikan maksudnya. ”Ini ada tiga teman saya yang mau dibuatkan skripsinya. Kebetulan mereka sibuk kerja, tidak ada waktu untuk membuat skripsi. Boleh tahu berapa tarifnya, Pak,” tanya seorang mahasiswa pada dosen itu.
”Kalau minta saya buatkan skripsi, saya tidak mau. Bukan saya tidak bisa. Tapi, itu sama dengan membodohi. Kalau mau minta bimbingan, Saya mungkin bisa bantu,” ujar dosen itu. Percakapan lewat telepon itupun terhenti. Karena gayung tidak tersambut. Entah apa yang terjadi selanjutnya, karena tidak mendapat jalan, mahasiswa yang mau dibuatkan skripsinya mungkin mencari orang lain.
Cerita diatas, bukan rekaan tetapi, pengakuan seorang dosen yang resah dengan praktik pembuatan skripsi. Apa yang diungkapkan oleh wakil ketua DPD KNPI Kabupaten Bima, Muhammad Tahir Irhas, M.Pd, bukan isapan jempol. Data yang diungkapkan sekitar 80% mahasiswa Bima dibuatkan Skripsinya sangat mencengankan. Separah itukah iklim akademik di Bima? ”itukan ’uang kaget’ saja buat dosen yang buat skripsi karena mereka mengaku gajinya tak mencukupi,” Kata seorang mahasiswa, Kamis (24/11), sebut saja namanya Udin. Apakah alasan kesejahteraan dosen harus mempertaruhkan idealismenya. Mau menjadi ”budak” pembuatan skripsi, seperti istilah dosen STISIP Mbojo Bima, Sarif Ahmad,M.Si yang kini tengah menempuh study doktoral di Universitas Indonesia (UI) Jakarta.
Sarif mengatakan di UI ada Shofware untuk mengetahui apakah karya tulis yang dibuat mahasiswa asli buatan sendiri atau tidak. Jika terbukti plagiat, maka Shofware itu akan memberi isyarat. ”jangankan buat sendiri, jika dalam karya tulis yang dibuat, kita mengutip dari referensi lain, lantas tidak menyebut sebenarnya, maka akan terbaca. Mahasiswa akan diberikan kartu sebagai peringatan,” ujarnya kamis (24/11) kemarin via HP.
Seorang mahasiswa dari satu kampus di Bima, membenarkan secara blak-blakan soal praktik pembuatan skripsi yang melibatkan oknum dosen. ”Kalau mau, saya bisa sebutkan nama dosen-dosennya,” kata Amirudin bersemangat bahkan, Amirudin mengaku siap mengantar ke tempat pembuatan Skripsi, dimana ada dosen yang juga ketempat itu untuk memesan karya tulis jadi. Ada juga dosen yang memiliki file skripsi sendiri, sehingga memudahkan jika ada pesanan dari ”tuan” mahasiswa.
”Satu-satunya yang bisa membanggakan jadi mahasiswa kan selesai dengan skripsi buat sendiri,” Ungkapan Amir. kasus seperti ini biasanya disebut Gladiator. Saya mencoba mengakses di internet tentang kasus skripsi. Pada situs Http://Blog.Trisakti.Ac.Id/Dianmardi/2011/04/16/Mengendus-Plagiat. Jika merujuk pada Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan Plagiasi. Plagiat adalah perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba mendapat kredit atau mencoba mendapat kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah dengan menguntip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiah tanpa menyertakan sumber secara tepat dan memadai. Pelaku plagiat disebut plagiator. Plagiator ini bisa terjadi dari orang perseorangan atau kumpulan orang pelaku plagiat, baik yang bekerja atas kepentingan sendiri maupun atas nama institusi tertentu.
Dian mardi, yang menulis di blog tersebut mengungkapkan pengalaman pribadi saat membongkar Skripsi hasil Plagiat saat membimbing mahasiswanya. Beberapa kasus plagiat dalam penulisan tugas akhir mahasiswa terbongkar. Pelakunya di laporkan kepada Komisi Disiplin Jurusan oleh penguji maupun pembimbing. Jika terbukti akan diajukan sanksi berupa teguran, skorsing atau permintaan pengunduran diri dari program studi untuk mahasiswa yang sudah memasuki batas studi. Dapatkan sanksi seperti itu diterapkan di Bima, Jika ada mahasiswa yang diketahui skripsinya buatan orang lain? Lantas oknum dosen yang terlibat didalamnya, akan mendapatkan sanksi juga? atau inilah wajah Retak Pendidikan Tinggi (PT) kita di Bima? Wallahualambissawab