[caption id="attachment_1713" align="alignleft" width="271" caption="Penderita Lepra; Ilustrasi Foto google"]
[/caption]
BABUJU Report,- Penyakit kusta hanya mengenai seseorang yang memiliki kondisi atau kekebalan tubuh lemah dan kontak yang lama dengan penderita kusta tipe basah yang tidak diobati. Oleh karenanya penderita kusta tidak perlu dikucilkan. Demikian simpulan kegiatan advokasi penyakit kusta tingkat Kabupaten Bima, yang dihelat diAula Dishubkominfo Kota Bima, selasa (2/11). Kegiatan ini dihadiri oleh drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, dr. Christin Widyaningrum dari Kementerian Kesehatan RI, serta, I Made Suadnya, M.Kes dari P2L Dikes Propinsi NTB.
Hadir dalam kegiatan Advokasi tersebut, selain undangan tamu, juga dari perwakilan Dinas dan Instansi Lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Bima, Camat dan Kepala Desa, perwakilan Puskesmas se-Kabupaten Bima.
Pada kesempatan tersebut, drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Bima mengatakan bahwa, Bima merupakan penyumbang terbesar penyakit kusta di Nusa Tenggara Barat (NTB). Oleh sebab itu, perlunya diberikan latihan advokasi kepada seluruh pihak-pihak terkait mengenai penyakit kusta tersebut. Diharapkannya, melalui forum pertemuan bisa ditemukan solusi sebagai jalan keluar mengatasi merebaknya penyakit kusta.
Diakui Kadis Kesehatan ini, angka penderita kusta di Kabupaten Bima dari tahun ke tahun belum bisa diminimalisir bahkan semakin bertambah. Oleh sebab itu, pihaknya sedini mungkin mendeteksi setiap masyarakat Kabupaten Bima dengan cara terjun langsung ke lapangan. Hal itu dilakukan agar bisa diupayakan pencegahan. “Dikes masih mengalami kesulitan menangani kasus lepra, mudah-mudahan dengan adanya Forum ini Kabupaten Bima dapat mencapai eliminasi mengingat banyaknya penderita penyakit Lepra di Kabupaten Bima”. Harapnya.
Sementara dr. Christin Widyaningrum dalam paparannya menjelaskan, penyakit kusta merupakan penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman Kusta ( Mycobacterium Leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Gejala awal dari penyakit kusta, kelainan kulit berupa bercak putih panu ataupun kemerahan yang kurang rasa ataupun mati rasa, tidak ditumbuhi bulu, tidak mengeluarkan keringat, tidak gatal dan tidak sakit, sehingga penderita sama sekali tidak merasa terganggu.
Gejala lanjut ditandai dengan, adanya kecacatan, tidak bisa menutup mata, bahkan sampai buta, mati rasa pada telapak tangan, jari-jari, memendak (Absorbsi) dan putus-putus (Mutilasi), lunglai, mati rasa pada telapak kaki, jari-jari, memendak dan putus-putus, simper.
Christin menambahkan, ada dua jenis penyakit kusta ; kusta kering (Pausi Basiler) dan kusta basah (Multi Basiler). Kedua jenis kusta tersebut bukan disebabkan oleh, kutukan, keturunan, dosa, guna-guna, makanan tetapi disebabkan oleh kuman Kusta. Keterlambatan berobat ke pelayanan kesehatan yang menyebabkan terjadinya kecacatan.
“Supaya tidak cacat kenali gejala kusta lebih awal, apabila kuman kusta sudah terinveksi maka, rajin ke Puskesmas dan minum obat secara teratur”. Jelasnya. Masih menurut Christin, tidak semua orang dapat tertular penyakit kusta, hanya sebagian kecil saja (sekitar 5 %) yang dapat tertular. Kondisi tubuh yang lemah memudahkan tertular penyakit kusta. Penyakit kusta dapat menular dari penderita kusta tipe basah yang tidak diobati. Penularan dapat terjadi melalui pernapasan dalam waktu yang lama.
Oleh sebab itu, Christin menghimbau sedini mungkin kenali dan cegah penyebaran kuman kusta, imunisasi BCG pada bayi membantu mengurangi terkena kusta, segera berobat ke Puskesmas bila mengalami kelainan kulit berupa bercak mati rasa menjadi tebal, dan bertambah merah atau bercak bertambah banyak disertai demam dan nyeri otot.
Mengakhiri penyampaian materinya, Christin menjelaskan bagaimana pengobatan penyakit kusta, menurutnya obat untuk menyembuhkan penyakit kusta dikemas dalam blister (keeping) yang disebut Multi Drug Therapy (MDT). Lama minum obat tergantung dari jenis penyakit kusta. Untuk jenis kusta basah obat harus diminum setiap hari selama 12 bulan. Untuk jenis kusta kering obat harus diminum setiap hari selama 6 bulan.
Sementara I Made Suadnya, M.Kes mengatakan, Jumlah penduduk NTB pada tahun 2010 sebanyak 4.437 juta jiwa, relevansi rate 0,57 persen/10.000 penduduk. Dari 100 ribu orang di NTB ada sekitar 6 orang yang terinveksi kuman lepra. Dan penderita kusta tahun 2010 di Bima: 53 orang dengan tipe Pausi Basiler dan 58 orang. “Angka tertinggi penemuan kasus lepra ada di Kota Bima dan yang terendah terdapat pada Kabupaten Lombok Utara”. Jelasnya.
Made meyakinkan, tidak perlu malu dengan predikat angka tertinggi kasus lepra. Semangat yang tinggi dan kemauan yang keras merupakan ujung tombak untuk memerangi penyakit lepra. Oleh sebab itu, I Made mengharapkan agar sedini mungkin mendeteksi adanya penyakit lepra di masyarakat supaya bisa ditangani dan dicegah. “Nggak usah khwatir, temukan kasus ini sebanyak-banyaknya supaya bisa diobati sedini mungkin” tegasnya.
Sementara itu, Kabid P2PL Dikes Kabupaten Bima Tasmin Bukhori SKM menjelaskan situasi Kabupaten Bima tahun 2011 dengan jumlah penduduk 443 ribu, Kabupaten Bima merupakan endemic tinggi. Prevalen rate 2,7/10.000 penduduk. Sedangkan case detection rate sebanyak 24/100.000 penduduk. Proporsi Multi Basiler sebanyak 72,6 persen, proporsi anak sebanyak 11 persen, prorsi cacat tingkst II sebanyak 0,02 persen.
Masih menurut Tasmin, strategi penanggulangan program kusta terdiri dari; pemberdayaan Tokoh Masyarakat (TOMA) sebagai kader untuk menemukan penderita sebanyak-banyaknya sesuai dengan tanda gejala yang telah dilatih oleh Nakes, OJT petugas Pustu dan Bidan desa.
[caption id="attachment_1714" align="alignleft" width="300" caption="Keadaan Pian, warga soromandi Kab Bima saat ini"]
[/caption]
Dilain sisi, Pian (22) penderita Kusta Kering yang berdomisili di Dusun Sarita Desa Punti Kecamatan Soromandi . 4 tahun sudah ia menderita Penyakit Kusta dan 2 tahun terakhir hanya bisa berbaring ditempat tidur. Ironinya, hampir 2 tahun ini, Pian belum pernah dikunjungi oleh pihak terkait, baik dari Dinas Kesehatan beserta jajarannya maupun dari pihak dinas Sosial. “Kami kesulitan membawa Pian Ke PKM terdekat, karena kami harus menyewa mobil angkut serta mempersiapkan peralatan buang air kecilo maupun untuk buang air besar. Karena selama ini kalau keluar dari rumah selalu merasakan ingin buang air besar” Ujar Siti hawa, Ibu dari Pian.
Hal inipun di amini pula oleh kades Punti, Juraidin M. Tayeb yang ditemui dirumahnya di Punti. Juraidin menambahkan, sepengetahuannya belum ada dinas kesehatan maupun pihak-pihak terkait yang datang melihat maupun mendata Pian sebagai penduduk yang berpenyakit Kusta. “Saya sebagai kades disini sudah 2 tahun lebih dan hingga saat ini, saya belum dapat laporan maupun informasi bila Pian ini didatangi oleh pihak terkait untuk didata maupun diobati” Ungkapnya heran. (Liputan: Dhan/Agyl)

BABUJU Report,- Penyakit kusta hanya mengenai seseorang yang memiliki kondisi atau kekebalan tubuh lemah dan kontak yang lama dengan penderita kusta tipe basah yang tidak diobati. Oleh karenanya penderita kusta tidak perlu dikucilkan. Demikian simpulan kegiatan advokasi penyakit kusta tingkat Kabupaten Bima, yang dihelat diAula Dishubkominfo Kota Bima, selasa (2/11). Kegiatan ini dihadiri oleh drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, dr. Christin Widyaningrum dari Kementerian Kesehatan RI, serta, I Made Suadnya, M.Kes dari P2L Dikes Propinsi NTB.
Hadir dalam kegiatan Advokasi tersebut, selain undangan tamu, juga dari perwakilan Dinas dan Instansi Lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Bima, Camat dan Kepala Desa, perwakilan Puskesmas se-Kabupaten Bima.
Pada kesempatan tersebut, drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Bima mengatakan bahwa, Bima merupakan penyumbang terbesar penyakit kusta di Nusa Tenggara Barat (NTB). Oleh sebab itu, perlunya diberikan latihan advokasi kepada seluruh pihak-pihak terkait mengenai penyakit kusta tersebut. Diharapkannya, melalui forum pertemuan bisa ditemukan solusi sebagai jalan keluar mengatasi merebaknya penyakit kusta.
Diakui Kadis Kesehatan ini, angka penderita kusta di Kabupaten Bima dari tahun ke tahun belum bisa diminimalisir bahkan semakin bertambah. Oleh sebab itu, pihaknya sedini mungkin mendeteksi setiap masyarakat Kabupaten Bima dengan cara terjun langsung ke lapangan. Hal itu dilakukan agar bisa diupayakan pencegahan. “Dikes masih mengalami kesulitan menangani kasus lepra, mudah-mudahan dengan adanya Forum ini Kabupaten Bima dapat mencapai eliminasi mengingat banyaknya penderita penyakit Lepra di Kabupaten Bima”. Harapnya.
Sementara dr. Christin Widyaningrum dalam paparannya menjelaskan, penyakit kusta merupakan penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman Kusta ( Mycobacterium Leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Gejala awal dari penyakit kusta, kelainan kulit berupa bercak putih panu ataupun kemerahan yang kurang rasa ataupun mati rasa, tidak ditumbuhi bulu, tidak mengeluarkan keringat, tidak gatal dan tidak sakit, sehingga penderita sama sekali tidak merasa terganggu.
Gejala lanjut ditandai dengan, adanya kecacatan, tidak bisa menutup mata, bahkan sampai buta, mati rasa pada telapak tangan, jari-jari, memendak (Absorbsi) dan putus-putus (Mutilasi), lunglai, mati rasa pada telapak kaki, jari-jari, memendak dan putus-putus, simper.
Christin menambahkan, ada dua jenis penyakit kusta ; kusta kering (Pausi Basiler) dan kusta basah (Multi Basiler). Kedua jenis kusta tersebut bukan disebabkan oleh, kutukan, keturunan, dosa, guna-guna, makanan tetapi disebabkan oleh kuman Kusta. Keterlambatan berobat ke pelayanan kesehatan yang menyebabkan terjadinya kecacatan.
“Supaya tidak cacat kenali gejala kusta lebih awal, apabila kuman kusta sudah terinveksi maka, rajin ke Puskesmas dan minum obat secara teratur”. Jelasnya. Masih menurut Christin, tidak semua orang dapat tertular penyakit kusta, hanya sebagian kecil saja (sekitar 5 %) yang dapat tertular. Kondisi tubuh yang lemah memudahkan tertular penyakit kusta. Penyakit kusta dapat menular dari penderita kusta tipe basah yang tidak diobati. Penularan dapat terjadi melalui pernapasan dalam waktu yang lama.
Oleh sebab itu, Christin menghimbau sedini mungkin kenali dan cegah penyebaran kuman kusta, imunisasi BCG pada bayi membantu mengurangi terkena kusta, segera berobat ke Puskesmas bila mengalami kelainan kulit berupa bercak mati rasa menjadi tebal, dan bertambah merah atau bercak bertambah banyak disertai demam dan nyeri otot.
Mengakhiri penyampaian materinya, Christin menjelaskan bagaimana pengobatan penyakit kusta, menurutnya obat untuk menyembuhkan penyakit kusta dikemas dalam blister (keeping) yang disebut Multi Drug Therapy (MDT). Lama minum obat tergantung dari jenis penyakit kusta. Untuk jenis kusta basah obat harus diminum setiap hari selama 12 bulan. Untuk jenis kusta kering obat harus diminum setiap hari selama 6 bulan.
Sementara I Made Suadnya, M.Kes mengatakan, Jumlah penduduk NTB pada tahun 2010 sebanyak 4.437 juta jiwa, relevansi rate 0,57 persen/10.000 penduduk. Dari 100 ribu orang di NTB ada sekitar 6 orang yang terinveksi kuman lepra. Dan penderita kusta tahun 2010 di Bima: 53 orang dengan tipe Pausi Basiler dan 58 orang. “Angka tertinggi penemuan kasus lepra ada di Kota Bima dan yang terendah terdapat pada Kabupaten Lombok Utara”. Jelasnya.
Made meyakinkan, tidak perlu malu dengan predikat angka tertinggi kasus lepra. Semangat yang tinggi dan kemauan yang keras merupakan ujung tombak untuk memerangi penyakit lepra. Oleh sebab itu, I Made mengharapkan agar sedini mungkin mendeteksi adanya penyakit lepra di masyarakat supaya bisa ditangani dan dicegah. “Nggak usah khwatir, temukan kasus ini sebanyak-banyaknya supaya bisa diobati sedini mungkin” tegasnya.
Sementara itu, Kabid P2PL Dikes Kabupaten Bima Tasmin Bukhori SKM menjelaskan situasi Kabupaten Bima tahun 2011 dengan jumlah penduduk 443 ribu, Kabupaten Bima merupakan endemic tinggi. Prevalen rate 2,7/10.000 penduduk. Sedangkan case detection rate sebanyak 24/100.000 penduduk. Proporsi Multi Basiler sebanyak 72,6 persen, proporsi anak sebanyak 11 persen, prorsi cacat tingkst II sebanyak 0,02 persen.
Masih menurut Tasmin, strategi penanggulangan program kusta terdiri dari; pemberdayaan Tokoh Masyarakat (TOMA) sebagai kader untuk menemukan penderita sebanyak-banyaknya sesuai dengan tanda gejala yang telah dilatih oleh Nakes, OJT petugas Pustu dan Bidan desa.
[caption id="attachment_1714" align="alignleft" width="300" caption="Keadaan Pian, warga soromandi Kab Bima saat ini"]

Dilain sisi, Pian (22) penderita Kusta Kering yang berdomisili di Dusun Sarita Desa Punti Kecamatan Soromandi . 4 tahun sudah ia menderita Penyakit Kusta dan 2 tahun terakhir hanya bisa berbaring ditempat tidur. Ironinya, hampir 2 tahun ini, Pian belum pernah dikunjungi oleh pihak terkait, baik dari Dinas Kesehatan beserta jajarannya maupun dari pihak dinas Sosial. “Kami kesulitan membawa Pian Ke PKM terdekat, karena kami harus menyewa mobil angkut serta mempersiapkan peralatan buang air kecilo maupun untuk buang air besar. Karena selama ini kalau keluar dari rumah selalu merasakan ingin buang air besar” Ujar Siti hawa, Ibu dari Pian.
Hal inipun di amini pula oleh kades Punti, Juraidin M. Tayeb yang ditemui dirumahnya di Punti. Juraidin menambahkan, sepengetahuannya belum ada dinas kesehatan maupun pihak-pihak terkait yang datang melihat maupun mendata Pian sebagai penduduk yang berpenyakit Kusta. “Saya sebagai kades disini sudah 2 tahun lebih dan hingga saat ini, saya belum dapat laporan maupun informasi bila Pian ini didatangi oleh pihak terkait untuk didata maupun diobati” Ungkapnya heran. (Liputan: Dhan/Agyl)