
“Kita harus berpikir secara jernih, bahwa tugas kita semua sebagai bagian dari pendidik harus mendidik ke arah yang lebih baik lagi. Cukuplah ia tidak sekolah di MTsN Padolo lagi, namun jangan sekolah lain membatasi dimana ia akan sekolah,” ucapnya kepada Garda Asakota.
Bahkan Kakemenag Kota Bima menegaskan bahwa, pembatasan seorang warga Negara untuk mendapatkan pendidikan berdampak pada pelanggaran aturan. “Bukankah tugas kita bersama menciptakan anak yang cerdas dan berahlaktul karimah. Jadi melalui Garda Asakota, kami meminta maafkanlah dia, karena masih kecil dan jangan dijadikan korban akibat ulah orang tuanya,” pintanya.
Kalangan lainnya, anggota Komisi A DPRD Kota Bima, A. Latief HM. Siddik, SH, juga menegaskan bahwa, tidak ada aturan yang melarang seseorang warga Negara untuk memperoleh pendidikan. “Apalagi UUD 1945 mengatakan dengan jelas bahwa setiap warga Negara RI berhak memperoleh pendidikan yang layak. Ini sudah jelas bahwa setiap warga Negara yang mau memperoleh pendidikan, sekolah harus menerimanya. Apalagi Alin ini hanya merupakan korban dari kesalahan orang tuanya,” tegas duta Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Dia mengibaratkan bahwa, penjahat saja bisa memperoleh pendidikan, apalagi anak nakal seperti Alin. Oleh karena itu, dirinya meminta kepada pihak sekolah untuk memberi kesempatan agar Alin bisa dididik dan dibina lagi. “Dan ini juga merupakan ujian dari sekolah, apakah menerima ia sebagai murid atau tidak, karena yang saya tahu anak ini dikorbankan oleh orang tuanya,” cetusnya seraya menaruh harapan kepada para orang tua murid, agar dapat menyerahkan anak didiknya ke pihak sekolah dan mempercayakan sekolah untuk mendidiknya. “Begitupun sebaliknya, kepada guru selaku pendidik agar dapat mendidik murid dengan baik pula,” harapnya.
Harapan lain juga dilontarkan oleh pihak Akademisi seperti Ketua STIS Al-Itihad Bima, M. Mutawali, MA. Kepada Garda Asakota, dijelaskannya bahwa, berdasarkan undang- undang 1945 serta program wajib belajar sembilan tahun yang ditetapkan oleh pemerintah seharusnya Alin bisa di terima lagi menjadi siswa, karena jika tidak, sama saja melanggar aturan yang sudah ditetapkan sejak Bangsa Indonesia Merdeka.
Yang menjadi sorotan paling penting dalam hal ini adalah orang tua murid. Seharusnya, kata dia, orang-tua Alin bisa berpikir lebih dewasa dan berpikiran jernih.
“Karena ia selaku pendidik di rumah, harusnya bisa menanamkan sikap budi pekerti dan lebih memberikan pemahaman tentang agama serta kewajiban ia sebagai murid. Dimana ia harus menghormati teman sepermainannya, lebih- lebih ia harus menghormati guru selaku pengajar di sekolah,” sesalnya.
Menurutnya, kalau dilihat dari konsep pendidikan Islam, seharusnya ada tiga cara mendidik. Yang pertama adalah ta’lim, yaitu pengajaran informasi ilmu, kemudian tarbiyah, mengasuh, mendidik, mengajarkan dan membimbing, serta ta’dib, yang bertujuan untuk mendidik akhlak. “Sehingga kesimpulan dari insiden kemarin merupakan kurangnya pendidikan akhlak terhadap murid, yang seharusnya melalui pendidikan akhlak tersebut dapat membentuk murid yang beretika dan sopan.
Dan ini pula menjadi tanggung jawab orang tua dan tenaga pendidik (guru). Tapi, kami berharap bahwa insiden ini tidak terulang kembali,” aku putra HM. Said Amin, BA, ini. (Sumber: Media Garda Asakota: GA. 334)