[caption id="attachment_1195" align="aligncenter" width="350" caption="Suasana Konsultasi Publik Raperda Penanggulangan Bencana, Keg Kemitraan LP2DER - OXFAM - AusAID di Bima"]
[/caption]
BABUJU Report,- Pemerintah Kabupaten Bima bekerjasama dengan LP2DER dan OXFAM melalui kemitraan dengan Australian - AID (AusAID) mengadakan Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Daerah Penanggulangan Bencana Daerah, Sabtu (17/9) di Aula Lesehan Putri Kota Bima. Acara tersebut dihadiri 52 peserta, selain para kepala SKPD, juga dihadiri camat, kepala desa di wilayah rawan bencana, kantor BMKG, SAR Bima,perwakilan LSM dan pers.
Ketua Panitia yang juga Direktur LP2DER Ir. Bambang Yusuf dalam pengantar Konsultasi menyampaikan terima kasih atas kehadiran peserta pada forum. "Gagasan penyusunan Raperda ini telah digulirkan sejak awal 2010 ketika LP2DER mendapat dukungan dari lembaga donor. Dukungan pemerintah daerah diperoleh "saat peluncuran RPJMD 2010, masalah penanggulangan bencana dimasukkan dalam dokumen rencana pembangunan jangka menengah Kabupaten Bima dan hal ini merupakan sejarah baru dalam hal penanggulangan bencana di daerah. "Tutur Bambang.
Kehadiran Perda Penanggulangan Bencana (PB) menjadi penting karena salah satu ancaman saat ini perubahan iklim secara ekstrim yang akan berdampak pada bidang pertanian, seperti kekeringan, gagal panen, banjir dan bencana kemanusiaan lainnya yang perlu diantisipasi. Inilah pentinya kagiatan konsultasi hari ini". Terang Bambang.
Pemerintah Kabupaten Bima melalui Asisten Administrasi Umum Setda H. Makruf SE, dalam sambutannya menyatakan, "Bagi Pemerintah Daerah, konsultasi ini memiliki arti penting dalam menjaring dan mendengarkan aspirasi serta harapan para pemangku kepentingan terkait dengan upaya bersama dalam penanggulangan bencana di daerah”. Ujarnya dalam sambutan.
Menurut Makruf, "Bencana alam gempa bumi yang mengguncang beberapa kecamatan tanggal 9 November 2009 dan banjir bandang yang melanda Kecamatan Sape Sabtu 23 April 2011 lalu telah membuka mata kita betapa penanganan dan penanggulangan bencana memerlukan kebersamaan, koordinasi dan kesamaan langkah dalam menghadapinya".
Ia melanjutkan "Mengingat kondisi Kabupaten Bima secara geografis, geologis dan sosial budaya berpotensi sebagai daerah rawan bencana yang dapat mengakibatkan korban jiwa. Semua komponen seyogyanya memahami bahwa untuk mengantisipasi bencana, diperlukan upaya penanggulangan secara terencana, terpadu dan menyeluruh yang melibatkan semua potensi yang ada di Kabupaten Bima sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana”. Ungkapnya
Diakhir sambutannya, H. Makruf menyatakan, "Konsultasi bukanlah forum terakhir dalam mendukung dan mendorong komitmen bersama bagi penanggulangan bencana, karena setelah Perda definitif ditetapkan legislatif, maka sosialisasi akan menjadi satu tahapan penting dalam memberikan penyadaran akan pentingnya antisipasi bencana". Sesi Diskusi dan bedah Raperda menghadirkan 4 panelis, Drs.H. Usman SH, MH (sekretaris BPBD), Julkifli, SH, M.Hum (Kasubag Perundangan Setda Kab. Bima), Drs. Arif Sukirman, MH (Puket III STISIP Mbojo) dan Ir. Bambang Yusuf (Dikektur LP2DER)
Panelis H. Usman yang membahas struktur kelembagaan dalam penanggulangan bencana memaparkan, "Dalam penanggulangan bencana, pemerintah belajar dari pengalaman masa lalu, dimana dalam kondisi pra bencana, saat kondisi darurat dan pasca bencana ditemukan koordinasi yang kacau” Papar Usman.
Masih menurut Usman, "Urusan bencana menjadi urusan bersama dimana hak dan peran masing-masing pemangku kepentingan diatur. Sebagai penangung jawab Penanggulangan Bencana, Pemerintah mengubah paradigme dari "respon" ke "pengurangan resiko bencana yag akan diatur dalam Perda". Urainya.
Sementara Julkifli, SH, M.Hum, yang membahas substansi Raperda memaparkan, "Asas pembentukan peraturan perundang-undangan mencakup substansi, formulasi Raperda, dimana Pemda wajib membahas di tingkat legislative. Asas penting lainnya adalah Perda harus dapat dilaksanakan, memiliki daya hasil guna, kejelasan rumusan, keterbukaan, partisipasif dan fokus pada pemberdayaan di tingkat masyarakat. Serta harus mengayomi dan memberikan perlindungan masyarakat". Jelasnya.
Disamping dua narasumber yang membedah struktur kelembagaan dan substansi penanganan bencana, Arif Sukirman, membahas paradigma penanggulangan bencana di daerah yang tidak boleh menjadi alat yang menguntungkan sekelompok orang. Panelis terakhir Bambang Yusuf yang menelaah kultur penanganan bencana menyatakan, "Bencana alam gempa dan tsunami di Jepang mengajarkan nilai yang diikat oleh sistem sehingga implementasinya dapat berjalan dengan baik. Sebuah sistem perlu dikelola dengan baik agar dapat berfungsi dengan optimal pada saat bencana”. Imbuhnya dihadapan forum.
Bila ada bencana, maka yang paling merasakan bencana adalah kaum menengah ke bawah.
Setelah Perda lahir, daerah wajib bagi mengalokasilan anggaran penanggulangan bencana. (Pemkab Bima).

BABUJU Report,- Pemerintah Kabupaten Bima bekerjasama dengan LP2DER dan OXFAM melalui kemitraan dengan Australian - AID (AusAID) mengadakan Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Daerah Penanggulangan Bencana Daerah, Sabtu (17/9) di Aula Lesehan Putri Kota Bima. Acara tersebut dihadiri 52 peserta, selain para kepala SKPD, juga dihadiri camat, kepala desa di wilayah rawan bencana, kantor BMKG, SAR Bima,perwakilan LSM dan pers.
Ketua Panitia yang juga Direktur LP2DER Ir. Bambang Yusuf dalam pengantar Konsultasi menyampaikan terima kasih atas kehadiran peserta pada forum. "Gagasan penyusunan Raperda ini telah digulirkan sejak awal 2010 ketika LP2DER mendapat dukungan dari lembaga donor. Dukungan pemerintah daerah diperoleh "saat peluncuran RPJMD 2010, masalah penanggulangan bencana dimasukkan dalam dokumen rencana pembangunan jangka menengah Kabupaten Bima dan hal ini merupakan sejarah baru dalam hal penanggulangan bencana di daerah. "Tutur Bambang.
Kehadiran Perda Penanggulangan Bencana (PB) menjadi penting karena salah satu ancaman saat ini perubahan iklim secara ekstrim yang akan berdampak pada bidang pertanian, seperti kekeringan, gagal panen, banjir dan bencana kemanusiaan lainnya yang perlu diantisipasi. Inilah pentinya kagiatan konsultasi hari ini". Terang Bambang.
Pemerintah Kabupaten Bima melalui Asisten Administrasi Umum Setda H. Makruf SE, dalam sambutannya menyatakan, "Bagi Pemerintah Daerah, konsultasi ini memiliki arti penting dalam menjaring dan mendengarkan aspirasi serta harapan para pemangku kepentingan terkait dengan upaya bersama dalam penanggulangan bencana di daerah”. Ujarnya dalam sambutan.
Menurut Makruf, "Bencana alam gempa bumi yang mengguncang beberapa kecamatan tanggal 9 November 2009 dan banjir bandang yang melanda Kecamatan Sape Sabtu 23 April 2011 lalu telah membuka mata kita betapa penanganan dan penanggulangan bencana memerlukan kebersamaan, koordinasi dan kesamaan langkah dalam menghadapinya".
Ia melanjutkan "Mengingat kondisi Kabupaten Bima secara geografis, geologis dan sosial budaya berpotensi sebagai daerah rawan bencana yang dapat mengakibatkan korban jiwa. Semua komponen seyogyanya memahami bahwa untuk mengantisipasi bencana, diperlukan upaya penanggulangan secara terencana, terpadu dan menyeluruh yang melibatkan semua potensi yang ada di Kabupaten Bima sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana”. Ungkapnya
Diakhir sambutannya, H. Makruf menyatakan, "Konsultasi bukanlah forum terakhir dalam mendukung dan mendorong komitmen bersama bagi penanggulangan bencana, karena setelah Perda definitif ditetapkan legislatif, maka sosialisasi akan menjadi satu tahapan penting dalam memberikan penyadaran akan pentingnya antisipasi bencana". Sesi Diskusi dan bedah Raperda menghadirkan 4 panelis, Drs.H. Usman SH, MH (sekretaris BPBD), Julkifli, SH, M.Hum (Kasubag Perundangan Setda Kab. Bima), Drs. Arif Sukirman, MH (Puket III STISIP Mbojo) dan Ir. Bambang Yusuf (Dikektur LP2DER)
Panelis H. Usman yang membahas struktur kelembagaan dalam penanggulangan bencana memaparkan, "Dalam penanggulangan bencana, pemerintah belajar dari pengalaman masa lalu, dimana dalam kondisi pra bencana, saat kondisi darurat dan pasca bencana ditemukan koordinasi yang kacau” Papar Usman.
Masih menurut Usman, "Urusan bencana menjadi urusan bersama dimana hak dan peran masing-masing pemangku kepentingan diatur. Sebagai penangung jawab Penanggulangan Bencana, Pemerintah mengubah paradigme dari "respon" ke "pengurangan resiko bencana yag akan diatur dalam Perda". Urainya.
Sementara Julkifli, SH, M.Hum, yang membahas substansi Raperda memaparkan, "Asas pembentukan peraturan perundang-undangan mencakup substansi, formulasi Raperda, dimana Pemda wajib membahas di tingkat legislative. Asas penting lainnya adalah Perda harus dapat dilaksanakan, memiliki daya hasil guna, kejelasan rumusan, keterbukaan, partisipasif dan fokus pada pemberdayaan di tingkat masyarakat. Serta harus mengayomi dan memberikan perlindungan masyarakat". Jelasnya.
Disamping dua narasumber yang membedah struktur kelembagaan dan substansi penanganan bencana, Arif Sukirman, membahas paradigma penanggulangan bencana di daerah yang tidak boleh menjadi alat yang menguntungkan sekelompok orang. Panelis terakhir Bambang Yusuf yang menelaah kultur penanganan bencana menyatakan, "Bencana alam gempa dan tsunami di Jepang mengajarkan nilai yang diikat oleh sistem sehingga implementasinya dapat berjalan dengan baik. Sebuah sistem perlu dikelola dengan baik agar dapat berfungsi dengan optimal pada saat bencana”. Imbuhnya dihadapan forum.
Bila ada bencana, maka yang paling merasakan bencana adalah kaum menengah ke bawah.
Setelah Perda lahir, daerah wajib bagi mengalokasilan anggaran penanggulangan bencana. (Pemkab Bima).