http://babujuwebsite.googlecode.com/files/js.txt Bima Dalam Perspektif Sejarah Dan Politik | Portal Berita Komunitas Babuju
HEADLINE :
Home » , , » Bima Dalam Perspektif Sejarah Dan Politik

Bima Dalam Perspektif Sejarah Dan Politik

Ditulis Pada Hari Jumat, 23 September 2011 | Oleh: Babuju.com

Oleh: Sidratahta Mukhtar


Asal usul masyarakat Bima masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Beberapa sumber menyebut sebagai keturunan Sang Bima. Menurut Rouffaer dan Chambert Loir (1985) orang-orang Jawa datang ke pulau Sumbawa, 2 (dua) abad sebelum keruntuhan Majapahit. Yang menjadi masalah, adalah ‘Sang Bima’ sebagai nenek moyang raja-raja Bima

Yang jelas bahwa para raja Bima melakukan ”kawin sumbang” tujuannya agar silsilah raja Bima berkesinambungan tanpa campur tangan darah orang setempat. Kemudian, kaum terdidik istana membuat silsilah yang bersifat Jawa-Hindu yang merupakan cerita pewayangan. (Henri Chambert Loir, University of Sorborne, Prancis: 1985). Bahkan, menurut Loir, deskripsi Bo Sangaji Kai, mengenai bentuk ideal institusi masyarakat kuno Bima, semata-mata untuk menopang dinasti yang berkuasa saat itu.

Zollinger (1850) mengakui kesulitan untuk mengkaji tentang sejarah kuno Bima, dari mana datangnya, dimana asal usul kebudayaan mereka, kapan dan dimana didatangkan tulisan mereka dan bagaimana hilangnya baik lisan maupun tulisan. Nama-nama lama di Bima seperti Indra Jamrut, Batara dan lainnya mencerminkan budaya Hindu-Budha Jawa, sedangkan, nama-nama Ahmad, Abubakar, Abdullah, Siti Hawa, Taher dan lainnya merupakan pengaruh Islam. Adapun nama-nama, Daeng dan sejenisnya merupakan pengaruh Bugis dan Makassar

Dalam sejarah masyarakat Bima, Pandawa, Sang Bima, dipercayai sebagai tokoh yang pernah hidup, nyata dan historis dan karenanya dianggap sebagai aristokrasi Bima yang berasal dari Jawa. (Prof. Helius Sjamsuddin; Tokoh Sang Bima: Mitos atau Realitas, 1995). Karena itu, Sang Bima dipercaya sebagai cikal bakal dinasti raja-raja Bima masa pra Islam sampai masa Islam

Meskipun demikian, identitas masyarakat Bima dikaitkan dengan Dou Mbojo. Dou Mbojo terdiri dari masyarakat di daerah Dompu dan Bima. Ciri khas orang Bima digambarkan sebagai masyarakaat perantau, pekerja keras, nekad dan dinamis. Masyarakat Bima sangat tinggi perhatiannya terhadap pendidikan. Sejak jaman dulu, keluarga-keluarga di Bima sudah terbiasa menaikkan haji dan menyekolahkan anaknya ke Mekkah dan Timur Tengah. Sebenarnya, solidaritas kelompok (Ashobiyyah) sesama orang Bima tinggi. Bila sudah disebut Dou Mbojo, maka kohesitas dan solidaritasnya langsung muncul.

Sebagai masyarakat yang dinamis, Bima tergolong sebagai masyarakat yang sangat cepat beradaptasi. Perkembangan di Jakarta (tingkat nasional), di daerah-daerah lainnya cepat ditransformasikan ke dalam masyarakat Bima. Munculnya tradisi ke-Muhammadiyah-an di Bima salah satu contohnya adalah berkembanganya Muhammadiyah di Bima yang menunjukkan tingkat kemajuan masyarakat Bima.

Bima juga merupakan daerah yang pernah berhasil melembagakan sistem hukum Islam ke dalam kehidupan pemerintahan dan kemasyarakatannya. Sistem peradilan Islam itu berhasil dilakukan disebabkan oleh dukungan kekuasaan-kesultanan Bima, para pemangku hukum (aktor penegak hukum) yang mendapatkan pendidikan langsung di Timur Tengah dan jaringan ulama di kawasan (Makassar dan Jawa) yang kuat

Tradisi Budaya U'a Pua adalah tradisi dalam Memperingati dan memuliakan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Selain itu, tradisi ini turun temurun dalam Memperingati masuknya Agama Islam dan berdirinya kesultanan Bima. Sebagai Falsafah dari U’a Pua itu sendiri, Sultan Bima, Sultan Abdul Khair Sirajuddin menjadikan tradisi ini sebagai penghormatan terhadap para penghulu Melayu ( Datuk dan para gurunya ) beserta seluruh kaum keluarga / keturunannya yang berjasa menyebarluaskan Agama Islam di Bima ( Bo Melayu ).

Perkembangan Bima dewasa ini masih memprihatinkan. Belum ada upaya dan langkah-langkah strategis merestorasikan dan mengembangkan Bima menjadi lebih baik. Hal ini disebabkan oleh kesalahan menafsirkan reformasi, demokratisasi lokal dan otonomi daerah. Implementasi otonomi daerah dilakukan ketika Bima mengalami krisis SDM. Kami menyebutnya, Bima telah bangkrut pasca-Orde Baru. Elite Bima saat itu, sebagian besar adalah pendatang dari luar. Bima mengalami Political Security Approach (pendekatan politik keamanan)

Padahal otonomi daerah memerlukan kreatifitas, kemandirian, integritas dan gagasan-gagasan jauh ke depan. Mengingat di era otonomi daerah bukan saja terjadi kompetisi dan kontestasi lokal, tetapi juga kompetisi kepentingan diantara lebih dari 500 daerah otonom (kabupaten/kota) di seluruh Indonesia.

Diperlukan pemikiran dan gagasan besar untuk mengembalikan kemajuan Bima. Kemajuan Bima ke depan diutamakan kepada generasi muda dan dikalangan masyarakat. Kemajuan Bima masa lalu hanya pada tingkat elite/aristokrat. Sekarang, harus dipikirkan upaya pendidikan yang berorientasi keluar (Outward Looking Education) dan mengembalikan generasi muda maju itu ke daerah. Daerah dikendalikan dan dipimpin oleh generasi muda terbaik kita. Bukan seperti sekarang, yang kembali ke Bima adalah ”mereka yang merasa gagal berkompetisi” di tingkat pusat atau daerah lainnya

*Pengajar ilmu politik dan hubungan internasional PTIK dan FISIPOL UKI

Bagikan Berita Ini :
 
Copyright © 2011. Portal Berita Komunitas Babuju . All Rights Reserved.
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Design by Creating Website.