
BABUJU Report, Harian Bimeks,- Untuk pertama kalinya. Empat buku diluncurkan sekaligus. Apalagi, buku tersebut buah pena dari penulis-penulis asal tanah Babuju (Mbojo).
“CINTA” seolah menjadi bahasan yang takkan pernah ada akhirnya. Demikian juga empat buku sastra, Ketika Cinta Terbantai Sepi (Karya; Usman D Ganggang), Cinta Tak Terlerai (Karya; Parange Anaranggana), Pengantin-pengantin Al-Quds (Karya Akhi Dirman Al-Amin),dan Lembayung Rasa dalam Bingkai Kenangan (Kumpulan Tulisan Komunitas BABUJU), isinya tak lepas dari tema Cinta. Untuk buku Lembayung Rasa dalam Bingkai Kenangan, penulisnya antara lain, Rangga, Fatwa, Ardy, Imam, Subhan, serta Ikhwanuddin.”Mengapa harus Cinta ? ”.
Ketika pertanyaan itu dilontarkan oleh pemandu acara Arif Rahman kepada semua penulis, Usman D Ganggang, mencoba mengurainya. Bagi Usman, banyak persoalan yang mengepung kita. Masalah-masalah itu, tidak hanya menunggu, namun juga mengejar setiap individu. Termasuk problem Sosial-Budaya, Politik, Hukum, Keamanan tak lepas dari cinta. ”Terjadinya konflik, karena berkaitan dengan masalah cinta,” Jelasnya.
Kumpulan puisinya yang terangkum dalam bingkai ”Ketika Cinta Terbantai Sepi”, Tak lepas dari topic-topik cinta. Tentang anak yang senang memandang fotonya yang mengenakan produk import. Menyiratkan kecintaannya pada produk luar, dari pada karya dalam negeri. ”Mengapa Cinta ? Iya, faktanya, cinta kian terkikis karena hadirnya problem-problem tersebut. Ketika kita menyatakan cinta, maka jadilah sebuah komitmen,” Ujar Usman. Akhi Dirman Al-Amin, menjelaskan,novel Pengantin-Pengantin Al-Quds bercerita tentang Palestina. Ada yang menanyakan mengapa harus Palestina nun jauh di sana. Baginya persoalan Palestina, tak sekadar menjadi konsumsi mereka di sana, namun juga bagi semua. Namun, ada yang sempat melontarkan kritik, ketika sesi tanggapan di buka. Darmawan, seorang guru salah satu SMK di Kota Bima, acara yang tertajuk Launcing Akbar tersebut, yang hadir sedikit. Tak sesuai dengan nama acaranya, hingga dianggapnya penulis buku belum bisa menjadi “magnet” menghadirkan banyak peserta. Darmawan juga mengeritik, mestinya dalam peluncuran buku, undangan sebelumnya diberikan buku untuk di baca. Agar bisa membedah apa isi atau topic tulisan.
Kepala Disbudpar Kota Bima, Ir.H.Ramli Hakim, M.Si, memberi apresiasi terhadap acara itu. Sebelumnya, tidak banyak mengenal penulis dari Bima. N Marewo, yang paling akrab baginya. ”Saya sempat berfikir, kapan ada generasi-generasi baru yang bisa membuat karya buku. Rupanya hari ini terjawab,” Ujarnya.
Nasrul, dari penerbit Genta Bookstore Yogyakarta, mengaku memiliki naskah-naskah kuno tentang Bima yang disalinnya dari Belanda. Naskah-naskah itu ada yang sudah diterjemahkan dan akan di terbitkan. ”Saya ingin buka tentang Bima tak hanya di baca oleh orang Bima, namun secara nasional,” Ujarnya.
Biaya untuk menyalin naskah-naskah kuno itu terbilang tak sedikit. Biaya yang mencapai Ratusan juta. Diharapkannya Pemerintah Daerah mengapresiasi hal-hal seperti itu, agar Bima bisa dikenal lebih luas lagi. Parange Anaranggana, menjelaskan, jika acara peluncuran ini hanya pengenalan buku. Berbeda dengan bedah buku,yang akan mengupas, bahkan ” menelanjangi “ isinya. Namun, siap jika ada undangan untuk acara bedah yang diadakan selanjutnya. Parange Anaranggana yang bernama asli Iskandar Dinata ini mengaku menggunakan nama samaran (Pena), sebagai bentuk kecintaannya pada tanah Babuju. Apalagi, domisilinya di luar daerah Bima, namun untuk buku ilmiah tetap menggunakan nama asli. Saat itu, peserta lain ada yang menanggapi bahwa budaya cinta membaca belum tumbuh subur. Membutuhkan proses, agar kecintaan membaca buku dan menulis dapat tumbuh di masyarakat, khususnya kalangan pelajar dan mahasiswa. Komunitas Babuju juga di tantang untuk “Road Show to Campus”.
Banyaknya kampus di Bima, dan jumlah mahasiswa yang mencapai puluhan ribu, seharusnya menjadi ladang bisnis Toko Buku. Namun, rupanya belum berbanding lurus tingkat penjualan dengan jumlah mahasiswa. Koordinator Komunitas BABUJU, Rangga, juga heran, mengapa yang hadir hanya sedikit. Padahal, ada 200 undangan yang disebarkan. Belum termasuk undangan melalui FB, ”Seandainya, yang hadir setengah dari undangan, kami menyiapkan buku untuk doorprize bagi yang bertanya,” Ujarnya menyesalkan kehadiran Undangan yang minim.
Apa dan mengapa sedikit yang hadir, tak bisa dijelaskannya. Mungkinkah karena “ Cinta “ membaca belum tumbuh ? Jika iya, maka kegiatan seperti ini harus terus di galakkan. Tidakkah dengan “membaca cara pintar untuk pintar ” seperti slogan yang tertulis di mobil perpustakaan keliling?