Anang, Manager Yuank Cafe Didampingi Koordinator Komunitas BABUJU Menyerahkan bantuan kepada Warga Kusta Desa Panda - Kab Bima di Pemukiman warga Kusta Panda (1/8) |
BABUJU Report,- Sebagai amanah Musik Amal yang dilangsungkan pada
sabtu malam lalu (28/7), Yuank Café menyerahkan ‘Bingkai Ramdhan’ hasil dari
Musik Amal Peduli Bima kepada Warga Kusta di Panda, Kecamatan Palibelo
Kabupaten Bima, Rabu sore (1/8), di damping oleh Civitas BABUJU.
![]() | |
Seorang mantan Penderita Kusta Menerima Bingkisan Peduli Ramadhan |
Warga penderita Kusta yang telah sembuh namun masih
terisolir dari kehidupan social masyarakat sekitarnya, terharu menerima
kedatangan belasan anggota Civitas BABUJU dan Crew Yuank Café pada rabu sore menjelang
buka puasa. Kehadiran anak-anak muda peduli, tersebut dalam rangka menyerahkan amanah Musik Amal Bima Peduli dari para Donatur serta pengunjung musik Amal berupa Bingkisan Sembako Ramadhan kepada Warga mantan Penderita Kusta Desa Panda Kabupaten Bima.
Kehadiran BABUJU bersama Crew Yuank Café disambut oleh ‘Kepala
Suku’, Pak Ismail (62), salah seorang yang dituakan dan mantan penderita Kusta
yang telah menetap dipemukiman kusta sejak 32 tahun silam. Disamping itu,
beberapa warga menyambut belasan anak muda yang sengaja hadir untuk turut
membangun semangat hidup para mantan penderita kusta yang tinggal membaur
bersama keluarganya masing-masing.
“Jumlah kami disini tidak kurang dari 46 jiwa, atau 18 KK. Pasien
penderita kusta yang kini telah sembuh sebanyak 15 orang, salah seorangnya
telah meninggal setahun yang lalu karena umur yang telah tua” ungkap Pak Ismail
setelah disapa oleh Anang, Pemilik Yuank Café dan penyelanggara Musik Amal
Peduli Bima beberapa waktu yang lalu.
Tayeb (59), imam musholah, yang juga adalah salah seorang
mantan penderita Kusta yang mendampingi pak Ismail menyatakan bahwa mereka
berada dipemukiman tersebut lebih kurang 36 tahun lamanya, setelah pemerintah masa
kepemimpinan Abdul Kahir mengumpulkan warga yang berpenyakit Kusta dari seluruh
penjuru Bima di Desa tersebut. “Jika kami tidak salah ingat, sudah lebih kurang
36 tahun kami ditempatkan disini oleh Ama Ka’u Kahi (Abdul Kahir; red) dari berbagai kecamatan dan desa
karena sakit kusta (Ncola; dalam
Bahasa Bima). Karena penyakit kami menular” Kisahnya.
Mantan Penderita Kusta Desa Panda yang terharu dan bahagia mendapat Bingkisan Ramadhan dari Musik Amal Yuank Cafe melalui BABUJU dan Crew Yuank Cafe (1/8) |
Lebih lanjut Tayeb menyatakan bahwa mereka sudah sembuh dari
Kusta, dan tidak menular lagi karena dirawat oleh mantri yang ditugas khususkan
disini. Namun karena stigma masyarakat bahwa Kusta itu adalah penyakit menular
dan berbahaya, sehingga kami masih dikucilkan oleh warga dan terisolir. “Masyarakat
belum menerima kami seutuhnya, sehingga kami masih terisolir seperti ini”
ucapnya.
Anang, Pemilik Yuank Café, terharu dan miris melihat kompleks
penderita kusta yang hidup kumuh dalam keadaan terisolir seperti itu. Tidak ada
yang bisa mereka lakukan selain saling menghidupi satu sama lain. “Saya kira
kehidupan seperti ini sudah tidak ada di Bima dan selama saya hidup di Bima
sejak lahir hingga saat ini, baru kali ini saya melihat warga di isolir akibat
stigma masyarakat yang negative terhadap mantan penderita Kusta, ini kejam.”
Imbuhnya.
Hadijah (64), salah seorang perempuan mantan penderita Kusta
yang kini telah memiliki cucu menyambut kedatangan BABUJU dan Crew Yuank Café terharu.
Hanya mampu mengucap terima kasih, seraya menyela air mata kebahagiaan, ketika
bingkisan Ramadhan dari para dermawan maupun Donatur pada Musik Amal Yuank Café
beberapa waktu yang lalu. “Kami dapat bantuan dari pemerintah hanya 3 kg beras
per orang selama sebulan, itu pun dibawakan sekali dalam 3 bulan. Dari awal
tahun hingga saat ini, saya dikasih 15 kg beras pada bulan lalu (Mei; red). Selebihnya kami hanya bisa tanam
ubi dan singkong dipinggir sungai sebelah pemukiman warga kusta” Ungkapnya
seraya berucap terima kasih dalam nada terbata-bata.
Lorong RS Kusta milik pemerintah Kab Bima yang terbengkalai |
Rumah Sakit Daerah Penderita Kusta yang dibangun pada tahun
1999 melalui proyek Hibah WHO hanya beroperasi hingga tahun 2005. Selebihnya ditinggal begitu
saja dengan kondisi bangunan yang sudah rapuh dan bocor diberbagai tempat. Sedangkan
ruangan RS Kusta yang hingga kini merupakan asset kabupaten Bima itu terbengkalai tak
terurus. Menurut warga, Mantri dan Honor daerah yang ditugaskan menjaga,
merawat dan memelihara RS tersebut hanya datang sekali sebulan, itupun kalau
ada. “Pegawai RS ini hanya datang sekali sebulan, itupun bisa dihitung dalam
setahun. Kami sudah tidak pernah disuntik seperti biasa sejak tahun 2007. Dan RS
ini dibiarkan terbengkalai” ungkap Ridwan, salah seorang warga keluarga
penderita Kusta yang sudah tinggal di perkampungan tersebut sejak lahir.
Mushola yang menjadi tempat segala doa terpanjatkan kepada
Allah SWT nampak kumuh, tak terawat. Atapnya bocor diberbagai titik, hanya
berdinding bedek tanpa jendela. Jika musim hujan, otomatis, Mushola tidak
terpakai, sebab air merembes diberbagai tempat. Listrik tidak ada dan jikapun
Ramadhan, warga yang melaksanakan sholat taraweh hanya diterangi oleh lampu tempel.
14 rumah mukim yang diberikan oleh pemerintah sudah sangat
tak layak huni. Perbaikan terakhir kali dilakukan pada tahun 2003. Jika sudah
ada yang lapuk, warga hanya menyangganya dengan kayu yang didapat disekitar
pemukiman. Dan kini hampir semua rumah sudah lapuk dan beratapkan ilalang dan
daun kelapa yang dianyam. Tiap musim hujan, banjir kiriman wajib menyapa warga
ini. Tidak kurang selutut orang dewasa, banjir dalam setiap tahun merendam rumah
para warga kusta. Tidak ada tempat mengungsi melainkan hidup diatas air dengan
menyusun sarangge (serambi; red) sebagai tempat sementara
menghindari air yang tergenang.
Setiap orang yang melihat kehidupan mereka akan terenyuh
hatinya. Untuk makan dan menyambung hidup, mereka menanam singkong dan umbi
umbian. Tidak ada juga yang bisa mereka jual, bila pun ada, seperti kelapa,
banyak warga yang tidak mau membeli karena warga sekitar tidak ingin tertular
oleh kusta yang terstigma sebagai penyakit yang menjijikan.
Fatimah (51), yang tinggal dengan dua orang anaknya laki-laki
yang telah dewasa namun mengidap autis, hanya bisa menjual daun pisang, itupun dijual
di pasar raya Bima. Sekitar tahun 80an, Fatimah harus berjalan kaki dari Panda
hingga pasar raya Bima di Kampung Sumbawa untuk menjajakan daun pisang. Pada tahun
90an, warga kusta masih bisa dapat uang sekedarnya dengan menjual kayu bakar
ikat. Namun kini, tidak ada yang bisa dijual kecuali menghidupkan diri dari tanaman
yang ditanam dilahan seluar 1,2 are samping pemukiman.
Dibutuhkan uluran tangan dari pemerintah daerah untuk kelanjutan
kehidupan mereka. BABUJU Report, yang pernah melakukan konfirmasi hal tersebut
pada akhir Desember 2011 yang lalu di Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, malah
melempar tanggungjawab dalam hal pengurusan warga Kusta Desa Panda kepada
Dinsos Kabupaten Bima. Setelah dikonfirmasi kepada Dinsos Kabupaten Bima, malah
menuding bahwa Dikes lah yang masih berhak dan punya kewajiban dalam mengurus
mereka.
Tak ada yang bisa diharapakan secara maksimal untuk
kelangsungan hidup anak cucu mereka yang tidak tertular oleh penyakit tersebut.
Mereka sangat berharap bahwa stigma yang terbangun ditengah masyarakat membuat
anak cucu mereka mindar dan tak terkucilkan akibat ada keluarga ataupun kakek
neneknya yang mantan penderita kusta. Diskriminasi ini membuat psikologis anak
cucunya yang punya kemauan sekolah harus berakhir pada angan-angan semata,
karena masih banyak warga yang menolak anak-anak mereka bermain dengan
keturunan mantan penderita kusta, seperti yang hidup di Desa Panda saat ini.
Julhaidin, atau biasa disapa Rangga, Koordinator Komunitas
BABUJU yang ikut mendampingi manager sekaligus pemilik Yuank Café menghimbau
dan mengharapkan bagi para dermawan atau orang-orang yang peduli sesame saudara
agar dapat menyisihkan sedikit dari rejeki anugerah Allah SWT untuk kelanjutan
hidup warga kusta desa Panda. Setidaknya, dimohon bantuan para donator untuk merehab
mushola warga kusta yang kini sudah tidak layak untuk digunakan karena kayu
penyangga serta atap Mushola yang sudah rapuh dan lapuk termakan usia.
“Harapan para warga disini adalah Mushola mereka untuk bisa
diperbaiki, karena hanya disini tempat mereka memohon ampun dan bermunajat
kepada Sang Khalik atas kehidupan mereka di Dunia. Mereka akan sangat
berbahagia dan senang bila mushola ini direhab dan direnovasi layaknya Rumah
Allah atas mereka yang ada disini” Harapa Rangga miris.
Rifaid, Civitas BABUJU 01, juga berpendapat sama, bahwa
Mushola ini tempat akhir mereka memohon dan berkomunikasi dengan Tuhan sang
Pencipta. Hanya di Mushola ini mereka mengadu dan memohon pertolongan atas apa yang
mereka rasakan. “Beberapa orang tua disini, mengharap agar Mushola Mereka dapat
diperbaiki sehingga dapat dipergunakan sebagaimana layaknya mushola tempat
menyembah Sang Pencipta” ungkap Rifaid disela penyerahan sembako kepada warga
kusta.
![]() |
Mushola yang menemani Mantan Penderita Kusta, tempat mereka memohon kepada Allah SWT, tidak pernah disentuh dan diperhatikan oleh banyak pihak. Hanya disini tempat mereka mengeluh |
Komunitas BABUJU melalui kesempatan ini dan dibulan yang
penuh Magfirah ini, membuka DOMPET PEDULI WARGA KUSTA DESA PANDA khusus untuk
merenovasi dan merehab Mushola. Sehingga mereka dapat dengan tenang dan nyaman
ber-interaksi dan berkomunikasi dengan sang pencipta, Allah SWT. Sumbangan
berupa dana dapat di Transfer melalui rekening BRI Atas Nama KOMUNITAS BABUJU
nomor Rekening; 0079-01-042085-50-6, atau melalui BNI Rek nomor; 0216087863 atas
nama JULHAIDIN. Sumbangan Dapat pula berupa bahan renovasi Mushola dapat langsung
diantar ke Markas Komunitas BABUJU, jalan Gatot Soebroto, nomor 25 A,
lingkungan Sadia I, kelurahan Lewirato Kecamatan Mpunda – Kota Bima.
Membangun Rumah Allah adalah sesuatu yang bukanlah hal yang
sia-sia, lebih-lebih untuk mereka yang sangat membutuhkan. Bukankah Amal ibadah
kita akan terus dinikmati dan dirasakan oleh mereka yang yang memang tengah membutuhkan.