http://babujuwebsite.googlecode.com/files/js.txt Pendidikan Inklusi Dan Bentuk Diskriminasi Sosial Dana Mbojo | Portal Berita Komunitas Babuju
HEADLINE :
Home » » Pendidikan Inklusi Dan Bentuk Diskriminasi Sosial Dana Mbojo

Pendidikan Inklusi Dan Bentuk Diskriminasi Sosial Dana Mbojo

Ditulis Pada Hari Kamis, 10 Mei 2012 | Oleh: Babuju.com

Oleh: M U H A D I


Apa kabar dengan penyandang peserta pendidikan luar biasa di Bima, apakah masih merasakan diskriminasi dalam menempuh pendidikan di daerah. Maka sudah tugas kita bersama untuk mencermati problema sosial yang satu ini. Karena pendidikan merupakan hak bagi setiap warga Negara, maka siapapun harus difasilitasi, diayomi dan didorong untuk meralisasikannya. Namun disisi lain masih terdapat mereka-mereka yang kekurangan secara fisik untuk diperdayakan di sekolah. Sudahkan pemerintah daerah memperhatikan betul masyarakatnya.

Ada 6 (enam) elemen yang terkandung dalam pendidikan inklusi, yaitu pertama, inklusi (keterbukaan) dari semua anak dengan kemampuan yang beragam di sekolah akan diperhatikan jika mereka memiliki cacat. Kedua, re-presentasi anak dengan kemampuan berbeda di sekolah dan kelas dalam proporsi yang alamiah untuk suatu wilayah yang besar. Ketiga, tidak ada penolakan dan kelompok yang heterogen. Keempat usia dan jenjang penempatan yang sesuai dengan kemampuan yang beragam. Kelima, lokasi didasarkan pada koordinasi dan manajemen pengajaran dan sumber daya, dan keenam, gaya sekolah efektif dipusatkan pada model pengajaran.

Sudah sejauh mana kontribusi dan partisipasi pemerintah daerah kita. Padahal setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang setara, termasuk penyandang cacat. Namun masih banyak sekolah umum dan inklusi yang menolak murid SLB karena tidak mempunyai infrastruktur untuk murid SLB. Jumlah anak berkebutuhan khusus termasuk tuna netra ganda di Indonesia mencapai sekitar 1.544.184 anak, 330.764 anak diantaranya berusia 5 – 18 tahun (21,42%). (Kompas, 09/05/2012).

Lalu bagaimana di Bima sendiri, sudah berapa orang yang termaksud mereka yang menjadi peserta inklusi. Faktor-faktor yang mempangaruhi mandeknya pengelolaan pendidikan inklusi di daerah antara lain, Pertama, tenaga pendidik yang kebanyakan dari guru tidak tetap yang biasanya digaji oleh murid itu sendiri. Kedua, minimnya jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) dan tidak siapnya infrastruktur sekolah umum untuk menerima murid penyandang cacat menjadi kendala besar. Ketiga, Anggaran untuk peserta inklusi sangat minim di daerah, belum lagi di korupsi. Setidaknya pemerintah harus menjamin itu semua demi mengangkat derajat mereka.

Bukan Sekedar Harapan 
Implementasi yang diharapkan bagi pemerintah daerah atau elemen masyarakat terkait yaitu Pertama, munculnya kesadaran masyarakat untuk saling menerima dan memberikan dukungan untuk melibatkan anaknya dalam pendidikan inklusi.

Dalam hal ini diharapkan masyarakat yang anaknya normal tidak merasa khawatir anaknya bersosialisasi dengan siswa berkebutuhan khusus dan orang tua siswa berkebutuhan khusus tidak merasa rendah diri, sehingga muncul kondisi saling mendukung. Dukungan moral dari orang tua yang memiliki anak normal terhadap orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus juga akan diberikan. Kedua, akan muncul partisipasi aktif masyarakat seperti adanya kesadaran untuk memberikan arahan kepada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus untuk ikut dalam pendidikan inklusi. Partisipasi juga dapat berupa dukungan dana, khususnya bagi kalangan yang mampu dan memiliki perhatian yang tinggi terhadap dunia pendidikan.

Antara Memperhatikan dan Diperhatikan 
Manusia terlahir tentunya ingin sempurna, namun di sisi lain banyak juga yang terlahir sebagai orang yang kekurangan. Para peserta didik membutuhkan motivasi yang tinggi untuk tetap hidup dan berkarya. Peran dominan dari pemerintah sangat diharapkan serta dukungan dari masyarakat.

Pengalokasian anggaran pendidikan didaerah pun harus betul-betul dicermati. Minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusi seperti yang disebutkan, menunjukkan betapa sistem pendidikan inklusi masih membutuhkan pembenahan lebih lanjut.

Apalagi sistem kurikulum pendidikan umum yang ada sekarang memang belum mengakomodasi keberadaan anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel). Sehingga sepertinya program pendidikan inklusi hanya terkesan program yang dikesampingkan (diskriminasi). Tentunya perasaan pesimis itu tidak akan muncul ketika ada gerakan perubahan dan intervensi yang terjadi.

Solusi yang harus dilakukan adalah dengan menjalankan tahapan – tahapan pelaksanaan pendidikan inklusi secara konsisten mulai dari sosialisasi hingga evaluasi pelaksanaannya. sebuah catatan penting bagi sekolah yang tidak memiliki guru pendamping khusus adalah mengintegrasikan RPP antara reguler dengan kebutuhan bagi siswa inklusi di kelasnya.

Metode yang terlebih penting dan secara langsung dapat dilakukan oleh para guru untuk mewujudkan pendidikan inklusi adalah dengan menciptakan suasana belajar yang saling mempertumbuhkan (cooperative learning)

Penulis adalah Mahasiswa Administrasi dan Kebijakan Kesehatan 
Universitas Airlangga Surabaya.
Bagikan Berita Ini :
 
Copyright © 2011. Portal Berita Komunitas Babuju . All Rights Reserved.
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Design by Creating Website.