![]() |
Julhaidin, SE, Koordinator Komunitas BABUJU |
Coretan Resah Komunitas BABUJU
Oleh: Julhaidin, SE
Banyak hal yang menarik ketika memasuki satu
dasawarsa umur Kota Bima ditahun 2012
ini. Berbagai hal meretas dalam birokrasi Pemerintah Daerah Kota Bima kita kini.
Menghitung mundur mulai dari Acara Lomba Kasidah di Museum ASI Mbojo, acara ‘Makan
Gratis’ yang dibingkai dalam kemasan Doa
Dana hingga mem-biru-kan Kota dengan berbagai simbol Biru, cat Biru serta
berpakaian (seakan-akan wajib) Biru.
Begitupun dengan gertakan yang
terlontar. pada awal tahun lalu (2011), Walikota Bima mengeluarkan kebijakan
bahwa Mobil Dinas seluruh SKPD se-Kota Bima Wajib diparkir dikantor setelah jam
dinas dan berlaku mulai 1 April 2011 serta tidak boleh digunakan untuk
kepentingan keluarga pejabat. Jika tidak, Walikota Bima tidak segan-segan menindak.
Namun hingga April tahun ini, Kebijakan melalui Surat Edaran Walikota Bima yang
direncanakan untuk di Perda-kan, tidak pernah terwujud juga.
Begitu juga kebijakan ‘Wajib Batik Sasambo’
yang dikeluarkan oleh Walikota, bagi seluruh PNS se-Kota Bima. Malah untuk
mendukung kegiatan tersebut APBD ‘dipaksa’ mengalokasikan anggaran hampir Rp 1
M, guna pengadaan batik Sasambo (Sasak – Sumbawa – Mbojo). Namun setelah
pengadaan diadakan, pakaian tersebut tidak jadi menjadi wajib.
Pada bulan Oktober 2011 yang lalu,
Walikota dengan tegas menunjukan keseriusannya ingin membersihkan Kota Bima ini
dari praktek KKN melalui pemungkasan berbagai kasus Korupsi yang melilit
birokrasi (Kota Bima) yang hampir pailit ini. Upaya yang tengah dilakukan saat
itu bukan saja sebagai seremonial belaka, namun benar-benar (terlihat) serius. Yaitu,
penandatanganan MoU Joint Audit
antara Pemda Kota Bima, Kejaksaan Negeri Bima, Kepolisian Resort (Polres) Bima Kota
serta BPKP RI wilayah Denpasar. Namun lagi-lagi, tidak ada seorang pejabat Negara
di Kota Bima yang mempan dengan Joint
Audit tersebut. Nyatanya, Disclaimer
belum mampu dituntaskan pada tahun ini. Ironinya, Joint Audit tidak memiliki
efek jera dan civil effect terhadap
para petinggi di Pemerintahan Kota Bima.
Belum lagi kebijakan yang menyerempet
persoalan internal pemerintahan Kota Bima. Ketegasan Walikota Bima dianggap
sebagai virus mematikan bagi para Pegawai eselon rendah. Birokrasi pemerintahan
Kota Bima akhirnya kaku dalam melayani masyarakat akibat loyalitas dan euphoria
kebijakan yang ‘terpaksa’ disegani tersebut. Sehingga tidak heran, Walikota
Bima, H. Qurais H Abidin dinamai ‘Raja Tega’.
Hari selasa (17/04) kemarin, melalui Rakor
terbatas jajaran Kepala Satuan Perangkat Daerah (SKPD) lingkup Pemda Kota Bima.
Walikota Bima kembali mengeluarkan ‘gertakan lelucon’nya dengan menyatakan akan
menyeret para pejabat (Kepala SKPD) yang menurut pemeriksaan BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan) RI bermasalah, baik secara lisan maupun tertuang dalam temuan-temuan
dalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksan). “Jika BPK menemukan kerugian Negara maupun
daerah dalam LHP serta temuan khusus yang disampaikan secara lisan, Kepala SKPD
yang bersangkutan dipersilahkan mundur dari jabatan yang diemban atau akan
menjadi bahan pidato pada setiap upacara Pegawai” tegasnya.
Gertakan-gertakan seperti ini sering diumbar
oleh Walikota Bima sejak tahun 2009 yang lalu, begitupun ditahun 2010 yang
lalu. Anda masih ingat awal pembentukan Tim Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti
Rugi (TP-TGR) Kota Bima yang diketuai oleh Sekda Kota Bima? Pada waktu itu
dibulan Mei 2009 di Homestay Mutmainah Kota Bima, Walikota meminta kepada
seluruh pejabat Kota Bima yang merasa telah ‘memakan’ uang daerah menurut LHP
BPK RI dan BPKP RI untuk segera mengembalikanya ke Kas daerah dalam kurun waktu
40 hari sejak ultimatum itu dikeluarkan,
jika tidak sanggup, akan berhadapan dengan Hukum.
Walikota Bima, H. Qurais H. Abidin |
Kini, sudah 4 pejabat Sekda Kota Bima berganti
wajah. Namun lagi-lagi, hanya ‘Gertakan Lelucon’. Sebab, belum ada seorang pun
yang digiring keranah hukum serta minimal dilaporkan kepada pihak kepolisian. Padahal,
dana Kota yang tidak dapat dipertanggung jawabkan sebesar Rp 51 M sejak tahun
2007 hingga 2009. sudah 3 tahun berlalu, masa ‘jeruk minum jeruk’?
Lantas untuk apa menggertak bila
gertakan yang lalu-lalu hanyalah ‘isapan jempol’ belaka. Tentu gertakan yang
baru hanyalah ‘gertakan lelucon’ untuk memainkan suasana agar Nampak serius. Meski
dibelakang ‘layar’, kompromi memainkan perannya sesuai porsi masing-masing. Laju
gerak membangun kota Bima tidak bisa sekedar gertakan belaka. Apalagi banyak
gertakan yang hanya berkamuflase dengan senyum pekat dan cibiran-cibiran sinis.
Seriuskah ‘Gertakan’ Walikota Bima kali
ini? Atau lagi-lagi hanya Isapan Jempol belaka seperti halnya yang lalu-lalu. Kemudian
menjadi lelucon ditengah masyarakat dan para birokrat yang menanti mumpuni
politik. Tertantangkah Kita untuk mengikuti perkembangan ‘gertakan’ kali ini? Wallahualam