![]() |
Nampak Abrory dalam persidangan di PN Tangerang |
BABUJU Report,- Sidang dengan agenda pembacaan putusan Majelis Hakim terhadap enam orang terdakwa tindak pidana terorisme di kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, yang sedianya digelar di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, Rabu (21/03), ditunda sepekan. ”Ditunda ke Rabu pekan depan karena Hakim belum siap baca putusan,” kata kasi Penkum dan Humas kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sugiyanta, yang dihubungi dari Mataram.
Sugiyanta merupakan bagian dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dilibatkan dalam persidangan di PN Tangerang itu. Tim JPU itu merupakan Jaksa dari Satuan Tugas (Satgas) Terorisme Kejaksaan Agung, dibantu Jaksa dari NTB dan Tangerang. Sidang Perkara tindak pidana terorisme yang digelar di Pengadilan negeri (PN) Tangerang itu, dimulai sejak 12 januari 2012, dan sudah memasuki tahapan pembacaan putusan.
Pada persidangan sebelumnya, Abrory dituntut penjara seumur hidup, Sa’ban dituntut 17 tahun penjara, dan Furqan beserta tiga orang rekannya dituntut empat tahun penjara.
Menurut Sugiyanta, persidangan kasus terorisme kabupaten Bima itu, berlangsung cepat yakni hanya dua bulan lebih, karena pihak-pihak terkait berkomitmen untuk segera merampungkan proses penegakan hukum. ”Penasehat hukumnya juga sangat koperatif, dalam beberapa kali persidangan hanya mengajukan pembelaan lisan, sehingga dapat langsung digelar setelah JPU membacakan dakwaan hingga tuntutan, dan kini tinggal menunggu putusan” ujarnya.
Jumlah terdakwa kasus terorisme itu sebanyak tujuh orang, namun seorang terdakwa yang masih dikategorikan anak-anak yakni Mustakim Abdullah alias Mustakim (17), lebih dulu disidangkan, dan pada siang ke-5, Rabu yang lalu (8/2), ia divonis satu tahun penjara karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah memberikan bantuan terorisme dan menyembunyikan informasi. Mustakim terbukti melanggar pasal 13 huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.
Sedangkan, keenam terdakwa lainnya yang akan segera divonis yakni Ustadz Abrory M Ali alias Ayyubi (27), Sa’aban A. Rahman alias Umar Sa’aban bin (18), Rahmat bin Efendi (36), Rahmat Hidayat (22), Asrak alias Tauhid alias Glen (23) dan Furqan (24). Abrory merupakan pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Khilafiah Umar Bin Khatab di Desa Sanolo, kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, yang dijadikan tersangka hingga disidangkan di pengadilan, terkait ledakan bom rakitan di Ponpes itu pada 11 Juli 2011. Ledakan bom rakitan di salah satu ruangan dalam Ponpes Khilafiah Umar bin Khatab itu, menewaskan seorang pengurus ponpes yakni Suryanto Abdullah alias Firdaus.
Sementara Sa’aban teridentifikasi membunuh anggota Polsek Bolo Brigadir Rokhman Saefuddin, pada 30 juni 2011, yang terindikasi terorisme.
Sa’aban membunuh anggota Polsek Bolo itu dengan cara mendatangi Markas Polsek Bolo berpura-pura hendak memberikan laporan, kemudian melakukan penikaman ketika anggota Polisi itu lengah.
Sedangkan lima orang terdakwa lainnya merupakan pengurus dan Santri Ponpes itu yang juga teridentifikai terlibat dalam tindak pidana terorisme. Ketujuh terdakwa itu dijerat dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan Undang-Undang darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang senjata tajam serta tindak pidana pembunuhan. Barang bukti terkait tindak pidana terorisme itu selain bahan peledak, senjata tajam, bom Molotov dan bom rakitan lainnya, juga satu unit sepeda motor dan satu unit mobil angkutan umum. (Sumber: Berita Antara)