BABUJU Report,- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Mataram, akhirnya menjatuhkan vonis 4,6 tahun penjara kepada mantan Bupati Dompu, H. Syaifurrahman Salman, SE. Vonis itu jauh lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang hanya 1,6 tahun penjara. Sementara terdakwa menyatakan pikir – pikir untuk mengajukan banding.
Durasi pembacaan materi vonis itu berlangsung hingga enam jam. Secara bergilir Ketua majelis hakim, Effendy Passaribu, SH, anggota Fahrur Rauzi, SH dan H.M Amin, SH membacakan materi putusan.
Hakim dalam materi putusannya menyebut, Syaifurrahman terbukti melanggar dakwaan primer pasal 2 Jo pasal 18 Undang – undang 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi, sebagaimana diubah Undang – undang nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP. Empat unsur itu diantaranya, barang siapa, melawan hukum, menguntungkan diri sediri orang lain atau korporasi, terakhir, merugian keuangan negara.
Dalam amar putusannya, hakim menolak pendapat JPU yang menuntut terdakwa dengan dakwaan primer Pasal 3 jo pasal 18 Undang – undang tindak pidana korupsi. Malah hakim mengganjar mantan penguasa Dompu ini dengan dakwaan subsider. Hakim mengurai putusannya, dimana dalam unsur barang siapa, hakim menilai Syaifurrahman sebagai seorang pejabat secara sadar mengetahui hal yang salah dan dibenarkan dalam prosedur pengadaan mobil hibah Jepang tersebut.
Sedangkan untuk unsur melawan hukum, Syaifurahman dinilai jelas – jelas mengabaikan Peraturan Pemerintah nomor 57 tahun 2005 tentang mekanisme pengadaan barang antar negara dan Kepres 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa. Soal unsur memperkaya diri sendiri orang lain dan korporasi, hakim menolak dakwaan JPU yang menyatakan tidak ada keuntungan yang diperoleh terdakwa.
Dalam amar putusannya, hakim menilai terdakwa menerima mobil Hard Top dan sebuah becak merupakan hadiah dari Direktur PT Pertiwi Guna Surabaya, rekanan pengadaan mobil hibah berupa mini bus dan mobil tinja tersebut. Nyatanya Syaifurrahman dan Wantono bersama perusahaanya mendapat keuntungan.
Terakhir, mengenai kerugian negara, hakim juga tak sependapat dengan JPU. Dimana hakim mempertimbangkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga otentik yang menemukan angka kerugian negara Rp 500 juta lebih, atau 75 persen dari pembayaran mobil hibah. Disisi lain, hakim juga mengabaikan segala pembelaan dari kuasa hukum terdakwa, Hadi Muchlis, SH dan Fauzi Yoyok, SH.
Pada Pasal 18 tentang penggantian kerugian negara dalam dakwaan itu juga diurai hakim. Hakim merasa Syaifurrahman layak dibebankan kerugian negara yang timbul dalam kasus itu. Dakwaan terakhir sesuai pasal 55 juga terbukti. Menurut majelis, Syaifurrahman sebagai Bupati Dompu, Candradinata sebagai Kabag Umum dan Wantono sebagai Direktur PT Pertiwi Guna sama – sama melakukan kegiatan dan kesepakatan pengadaan mobil hibah, sehingga menimbulkan kerugian negara Rp 500 juta lebih.
“Dengan demikian, semua unsur dalam dakwaan primer terpenuhi dan terdakwa harus dihukum sesuai dengan kesalahannya,’’ kata M. Amin. Ketua majelis kemudian membacakan putusannya. “Terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pidana, berdasarkan bukti – bukti yang ada dan keterangan saksi. Dengan demikian hakim menjatuhkanya hukuman 4,6 tahun penjara,” kata Effendy, kemudian mengetok palu sidang.
Tak ada ekspresi apapun ditunjukkan Syaifurrahman. Dia hanya terdiam di kursi pesakitan mendengar vonis yang lebih tinggi dari bawahannya, mantan Kabag Umum, Candradinata. Dimana sebelumnya Candra divonis 2,6 tahun penjara oleh hakim berbeda. Sementara istri terdakwa, Hj Fitri Gianti, S.Sos terlihat sempat meneteskan air mata mendengar putusan itu.
(Sumber: http://www.suarantb.com/2011/12/01/wilayah/Mataram/detil4.html)