http://babujuwebsite.googlecode.com/files/js.txt PGRI NTB : Alin Tidak Mampu Diajar | Portal Berita Komunitas Babuju
HEADLINE :
Home » » PGRI NTB : Alin Tidak Mampu Diajar

PGRI NTB : Alin Tidak Mampu Diajar

Ditulis Pada Hari Jumat, 21 Oktober 2011 | Oleh: Babuju.com

Video Permohonan Maaf, Syahbuddin, Bapak dari Alin:


BABUJU Report,-  Hingga saat ini, Muhammad Andi Khairil Awalin (Alin), Siswa kelas dua MTsN 1 Kota Bima, belum kembali ke bangku sekolah. Masalahnya, tidak ada satupun  sekolah yang mau menerimanya. Pasca insiden pemukulan terhadap guru bahasa Arab, Syafrudin, S.Pd.I, atas perintah orang tuanya sendiri, Sahbudin, praktis dirumah saja. Bagaimana pandangan ketua PGRI Propinsi NTB, Drs.HM.Ali Rahim? Katanya, bukan tidak ada sekolah yang mau menerima Alin, tetapi guru sudah tidak sanggup lagi mengajarkannya. Guru mengembalikan Alin kepada orang Tuanya. ”Alin bukan tidak ada sekolah yang mau menampung, namun guru sudah tidak mampu mengajarkan Alin, makanya dia dikembalikan kepada orangtuanya,” ujar Ali di Polsek Rasanae Barat, sabtu lalu (15/10).

Menanggapi hal itu, akademisi FKIP Universitas Mataram, DR. Syachruddin AR, sepakat dengan pernyataan Ali. Menurutnya, benar jika guru sudah tidak mampu lagi mengajar Alin. Itu merupakan solusi menyelamatkan guru dan siswa lainnya dari kesan jika guru boleh dipukul siswa. Sikap guru seperti itu, katanya, merupakan pembelajaran bagi semua pihak, terutama bagi Alin dan orangtuanya. Guru adalah orangtua siswa disekolah yang tidak bisa dihakimi seperti itu. Pendidikan karakter anak bangsa sebagai sebagai Generasi penerus itu berkat jasa guru. ”Anak bisa mengenal huruf, membaca, dan menulis. Bahkan, mengenal agamanya karena seorang guru”, katanya melalui telepon seluler,Sabtu (15/10).

Dikatakannya, presentase peran guru mentransfer ilmu pengetahuan terhadap anak, jauh lebih besar dibandingkan orangtua. ”Kita mengenal agama itu karena guru, masa kita mau memukul guru lagi, itu sangat berdosa” tandasnya. Menurut Syafrudin, aksi Alin itu melecehkan dunia pendidikan Kota Bima secara nasional sudah tercoreng. Bahkan, dunia internasional mencemooh pendidikan di Indonesia yang dinilai tidak memiliki karakter, karena siswa boleh memukul guru.

Dia menyesalkan sikap Kepala MTsN 1 Kota Bima, Mansyur, S.Ag, yang dinilai melepas tanggung jawab atas kejadian itu.? Seharusnya, Mansyur yang sebelumnya mengetahui orang tua Alin, Sahbudin, akan datang menemui Syafrudin dan tidak perlu menghadiri rapat. ”Mestinya dia menjembataninya saat itu, karena dia adalah pimpinan dan pengambil kebijakan di sekolah tersebut,” terang Syafrudin. Menurutnya, Mansyur harus bertanggung jawab dengan kasus itu. Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bima juga harus menindaklanjuti dengan mencopot jabatannya sebagai Kepala MTsN 1 Kota Bima. Mansyur dinilai tidak memiliki sensivitas untuk memedisiasi bawahannya agar bertemu dengan orangtua siswa, ”Apa untungnya bagi Mansyur menghadiri rapat itu. Dia tau bahwa akan hadir orangtua murid untuk menemui anak buahnya, tapi dia malah memilih ikut rapat. Itu artinya dia menghindar , toh rapat itu tetap berjalan tampa kehadirannya,” ujar Syafrudin. JIka Mansyur tidak dicopot, katanya, maka kinerja Kepala Kemenag Kota Bima, Drs.H.Syahrir, M.Si, perlu dipertanyakan. Kredibilitasnya sebagai atasan diragukan jika masih mempertahankan Mansyur. “Saya harap kasus ini untuk yang terakhir kalinya di Kota Bima, karena sangat memalukan,”harapnya.

“Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Peribahasa tersebut masih melekat untuk menggambarkan sosok pendidik hari ini, termasuk di Bima. Guru dalam pandangan umum di harapkan merupakan sosok bernilai plus dalam segala sisi, berdedikasi, dan menjadi panutan bagi muridnya, termasuk masyarakat. Namun, sudahkan kompetensi itu dimiliki oleh seluruh guru di Bima ?

Pengamat Pendidikan STKIP Taman Siswa, Supratman, S.Pd,MPd, menilai.secara umum guru di Bima belum memiliki seluruh kompetensi yang menjadi bekal sebagai pendidik. Umumnya, Jika diamati dan dilihat dari indeks prestasi siswa dan output lainnya, baru 75 persen guru yang memiliki kemantapan kemampuan akademik, sedangkan yang memiliki kemampuan interaksi sosial baru 45 persen.”Guru di daerah ini belum punya seluruh kompetensi yang mestinya jadi dasar menjadi seorang pendidik,” ujar pria asal kecamatan Bolo ini.

Katanya, guru merupakan sosok panutan bagi siswa dan masyarakat, jadi selain kemampuan akademik, juga harus memiliki kemampuan interaksi sosial. Selama ini, kelemahan dalam dunia pendidikan terutama di daerah, guru tidak memiliki empat kompetensi yang dibutuhkan, seperti pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi akhlak,dan moral. ”Kompetensi pedagogik, selama ini guru hanya orientasi mengajar, tidak mendidik siswa. Selain itu, masalah lainnya, komunikasi dengan siswa masih kurang. Guru harus menerapkan pola pendekatan persuasif, bukan pendekatan temperamen,” katanya.

Menurutnya, intervensi masyarakat terhadap dunia pendidikan, terutama di daerah seperti di Bima relatif tinggi. Hal itu merupakan kegagalan sistem dan kurikulum yang diterapkan. Untuk itu, pemerintah perlu mengevaluasi pejabat yang menempati posisi pengurus kurikulum.Umumnya, saat ini guru cenderung menunjukkan gaya (style), hinggar-binggar kehidupan dunia. Guru sudah keluar dari prinsip-prinsip keteladanan, padahal pintar itu bukan saja dari segi akademik, namun juga termasuk interaksi sosial, ”Yang diperlakukan saat ini sosok guru yang aktif melaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK), misalnya mengembangkan modul untuk minat belajar siswa. Namun, gaya yang jadi fenomena sekarang ini melebur dengan gaya konvensional, guru sudah orientasi urus sekolah atau proyek,” katanya. Akademisi lainnya, Ahmadin LLM,MH, punya pandangan hampir serupa. Menurutnya seluruh persoalan pendidikan yang timbul, merupakan ekses kelemahan perhatian pemerintah. Tangggung Jawab pemerintah bukan saja mengalirkan anggaran pendidikan,namun menciptakan dinamisasi, mendongkrak output pendidikanmdan menata sistem di dalamnya. Seluruh persoalan itu kembali kepada pemerintah, jangan mengangap persolan-persoalan yang muncul saat ini atau kemarin-kemarin merupakan tanggung Jawab dan beban sekolah. Justru pemerintah yang harusnya mengevaluasi apa sudah optimal memerhatikan dunia pendidikan atau belum, ”katanya. Menurut pria asal Desa Ngali kecamatan Belo ini, kasus kekerasan yang terjadi beberapa pekan lalu harus dijadikan bahan evaluasi oleh pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholder) dalam menata dunia pendidikan. Secara kuantitas, lembaga pendidikan dan jumlah sekolah sudah memadai dan memenuhi tujuan umum pembangunan pendidikan. Namun, dari segi lainnya seperti sisi sosial, belum memenuhi aspek itu. Penyelenggaraan pendidikan seperti kampus program studi keguruan dan ilmu pendidikan, tidak hanya bertanggung jawab menyiapkan pengajar berkemampuan dari sisi akademis, namun lebih dari itu memiliki tanggung jawab moral menyiapkan pendidik profesional dan berkualitas. Ditambahkannya,dari segi ilmu sudah oke, namun dari segi moral belum. Pemerintah harus menyiapkan guru yang berkualitas.Bukan saja dari segi akademik, namun juga punya kemampuan interaksi sosial, karena tugas guru bukan saja mengajar, tetapi mendidik. (Sumber: Harian BIMEKS, 13/10 )
Bagikan Berita Ini :
 
Copyright © 2011. Portal Berita Komunitas Babuju . All Rights Reserved.
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Design by Creating Website.