BABUJU Report, – Hampir dua ratus tahun lamanya, gunung Tambora ‘istrahat’, setelah pada tahun 1815 yang lalu meluluhlantakkan kehidupan semua mahluk, di disekitarnya. Begitu dahsyatnya letusan gunung tertinggi se pulau Sumbawa itu, konon telah melenyapkan segenap penduduk di tiga Kerajaan sekitarnya, yakni Kerajaan Tambora, Sanggar dan Pekat. Tak terkecuali hewan ternak bahkan hewan liar, semua musnah, tertimbun lahar, abu serta bebatuan hempasan letusan gunung terdahsyat se jagat itu.Pasca peristiwa dahsyat itu, Tambora ‘tertidur lelap’, tanpa menunjukkan tanda-tanda aktifitasnya, namun sejak 30 Agustus lalu, gunung yang dikenal memiliki Kaldera (danau bawah tanah) terluas itu, mulai menujukkan aktifitasnya. Informasi tersebut, dihimpun wartawan koran ini, saat bertandan ke Kantor perwakilan vulkanologi (Pengamatan Gunung Tambora) yang berkedudukan di Desa Doro Peti, beberapa hari lalu.
Menurut Abdul Haris, Pengamat Gunung Tambora, sejak 30/8 lalu, gunung tersebut, mulai menunjukkan aktifitasnya, hal itu ditandai dengan adanya gempa vulkanik yang berasal dari gunung dimaksud. Sesuai goresan alat prediksi gunung berapi yang ada di katornya, aktifitas gempa Tambora, mencapai puluhan kali dalam se hari, bahkan kian hari makin beranjak naik. Dengan demikian pihaknya, sejak 30/8 telah menetapkan status ‘Waspada’ terhadap Gunung Tambora. Terkait kondisi seperti itu, pihaknya juga telah mengirimkan surat permakluman, kepada pihak pemerintah, seperti Camat Pekat, Kapolsek, Danpos Ramil serta seluruh Kepala Desa, bahkan Bupati Dompu dan Bima, guna ditindaklanjuti kepada masyarakat, supaya senantiasa waspada serta mengikuti isyarat pemerintah, ketika terjadi peningkatan aktivitas gunung itu.
Namun sejak tanggal 9/9 lalu, pengamat Haris, kembali menginformasikan bahwa status Tambora menigkat menjadi ‘Siaga’. Hal itu menunjukkan bahwa kondisi Tambora diambang meletus. Mengingat, hanya tiga jenjang perubahan pada gunung api yang akan meletus, yaitu, tahap Waspada, Siaga dan yang terakhir Awas (meletus). Berkenaan dengan kondisi Tambora yang sudah memasuki status Siaga atau diambang meletus. Masyarakat, dihimbau bersiap-siap menjauhi seputaran Tambora hingga pada radius aman. Akan tetapi, Dia tidak dapat memprediksi, kapan Tambora memuntahkan ‘isi perutnya’?. “Bisa dalam waktu singkat atau bisa juga dalam waktu yang lama, Kami tidak bisa memastikannya” jelas Haris. Begitupun tentang daya ledak Tambora, pihaknya juga tidak berani memastikannya. Sebab bisa saja lebih dahsyat dari tahun 1815 atau lebih kecil dari itu.
Ketika ditanya tentang kiat-kiat menanggulangi bencana letusan, Dia menjawab, semua pihak hanya bisa memperkecil dampak dari peristiwa itu dengan cara, memperbanyak sosialisasi tentang ancaman Tambora, khususnya mengenai peningkatan tahapan aktivitas gunung itu, kemudian masyarakat mematuhi isyarat pemerintah, antara lain, menjauhi daerah berbahaya.Haris juga menjelaskan tentang salah satu penyebab kambuhnya aktifitas gunung itu. Selama ini, kaldera yang berada pada beberapa kilometer dibawah bibir kawah, kondisinya masih terbuka, artinya udara lolos keluar masuk hingga ke pusat magma. Namun karena peristiwa alam selama 197 tahun, paska peristiwa 1815, tampaknya rongga kaldera, kini telah dipenuhi berbagai material, seperti batu, pasir dan tanah yang berasal dari runtuhan pada sekeliling bibir kawah.
Bayangkan saja katanya, setiap hari, material yang longsor masuk ke kaldera, bisa mencapai ribuan meter kubik, jika dikalkulasi selama hampir dua ratus tahun, mungkin saja sudah mencapai triliunan meter kubik. Berdasarkan hasil pantauannya, dari sekian banyak material yang masuk ke kaldera, semua lenyap ditelan cairan belerang yang ada di danau bawah tanah tersebut. Tampaknya akibat reruntuhan itu, kini mulut kaldera telah tertutup, sekaligus menutupi gas magma yang terdapat dalam perut Tambora. Kondisi itu, bisa saja akan menyebabkan terjadinya letusan. “Ya tidak tertutup kemungkinan” cetus Haris.
Haris juga menyinggung tentang respon pemerintah, terhadap ancaman Tambora. Dikatakan Haris, Pemerintah Kabupaten Dompu dan Bima, sudah mendatangi kantornya, bahkan pada hari Jumat (9/9) lalu, pemkab Dompu telah mensosialisasikan kepada warga Desa Doro Peti Kecamatan Pekat, tentang adanya perubahan status Tambora dari waspada menjadi Siaga. Sementara warga desa lain, seperti Desa Pekat SoriNomo, Beringin Jaya, Calabai dan sekitarnya, belum mendapat permakluman pemerintah.
Terkait kondisi Tambora saat ini, Komondan Kodim Dompu, Letkol Inf. Kusdiro, selaku Koordinator Penanggulangan Bencana Dompu, sepanjang hari minggu tadi, tampak sibuk menyiapkan segala sesuatu, berkenaan dengan upaya penanggulangan. Menseriuskan upaya tersebut, dihadapan wartawan koran ini, Kusdiro memerintahkan Kapten Inf. Syaharuddin, Kasiter, segera berangkat menuju Kecamatan Pekat dengan membawa segenap persiapan terkait, seperti, sejumlah tenda serta perlengkapan lain. “Pagi ini saudara berangkat ke Pekat dan bangun tenda/posko di beberapa titik” instruksi Kusdiro kepada Syaharuddin.
Demikian juga Kepala Badan Penanggulangan Bencana Kab. Dompu, Islam SH, tampak hadir dihalaman Kantor Kodim 1614 Dompu itu. Dia pun telah bersiap-siap berangkat ke Pekat. Kusdiro menghimbau kepada segenap masyarakat seputar gunung Tambora, agar tidak panik serta menuruti informasi yang tidak jelas. Masyarakat juga diminta tetap melakukan aktifitas sebagaimana biasa, namun tetap dalam kondisi siaga mematuhi isyarat pemerintah.
Menurut Kusdiro, pada lefel siaga, masyarakat dilarang mendekati lokasi yang berada pada radius 3 KM dari puncak Tambora. Sementara posisi terdekat pemukiman masyarakat sekitar Tambora sekarang, masih pada jarak 20 km lebih dari puncak. Meski demikian, pihaknya tetap serius menyiapkan penanggulangan bencana tersebut, hingga pada saatnya nanti akan dilakukan evakuasi, masyarakat yang diperkirakan akan terkena ancaman letusan itu. “Kami sudah siap, sekarang sedang didroping secara bertahap sesuai keperluan” terang Dandim. (Liputan Pekat IR: Ile/Tri)
(Sumber: http://intirakyat.blogspot.com/2011/09/tambora-marah-lagi.html?spref=fb )
