BABUJU Report, Garda Asakota (GA),- Penggunaan dana penunjang operasional kepala daerah yang dianggarkan untuk kebutuhan Walikota dan Wakil Walikota Bima, HM. Qurais H. Abidin dan H. A. Rahman H. Abidin, SE, ternyata telah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Berdasarkan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan Pemkot Bima TA 2010 Nomor: 209.C/S/XIX.MTR/06/2011, tanggal 6 Juni 2011, ditemukan biaya penunjang operasional kepala daerah diduga tidak dikenakan pajak penghasilan senilai Rp18.993.150.-. Biaya penunjang operasional kepala daerah ini, dianggarkan dalam APBD TA 2010 sebesar Rp162.138.020 dan telah direalisasikan sebesar Rp126.621.000 melalui pos anggaran belanja pegawai pada satuan kerja Walikota dan Wakil Walikota Bima.
Berdasarkan penelusuran dokumen SPJ dan kuitansi pengeluaran, disinyalir belum dipungut PPh pasal 21 oleh bendahara pengeluaran. Demikian antara lain pernyataan BPK RI, sebagaimana termuat dalam resume LHP atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan Pemkot Bima TA 2010 . Bukan hanya itu, temuan BPK diduga juga berkaitan dengan pos belanja makanan dan minuman serta belanja premi jaminan kesehatan Walikota dan Wakil Walikota Bima seluruhnya mencapai angka sebesar Rp 587.500.000.- dan temuan berkaitan dengan dugaan kelebihan pembagian insetif PBB sebesar Rp 1.591.425.669 Milyar.
Sesuai informasi yang dihimpun Garda Asakota, dalam resume hasil pemeriksaan BPK itu, juga ditemukan dugaan pembayaran honorarium dan uang lembur seluruhnya sebesar Rp 39.150.000, yang disinyalir tidak didukung dengan bukti pelaksanaan kegiatan, pengadaan software disinyalir tidak sesuai pedoman pengadaan barang dan jasa, perjalanan dinas dilaksanakan pada waktu yang bersamaan dengan rapat paripurna, penerimaan pengembalian dana bergulir sebesar Rp 3.612.500 tidak disetor ke kas daerah, penerimaan dan pembinaan dari PD BPR-LKP sebesar Rp 16.584.201 yang diduga digunakan langsung tanpa melalui mekanisme APBD.
Untuk biaya penunjang operasional kepala daerah Rp 162.138.020 yang telah direalisasikan Rp 126.621.000, dianggarkan dalam belanja pegawai pada satuan kerja Walikota dan Wakil Walikota Bima. Berdasarkan penelusuran dokumen SPJ dan kuitansi pengeluaran, diduga belum dipungut PPh pasal 21 oleh bendahara pengeluaran akibat kelalaian bendahara karena ketidak-tahuannya. Untuk Walikota almarhum, HM. N. A. L (Jan-Mar 2010) jumlah dalam setahun Rp 24.033.000 PPh 15 % sebesar Rp 3.604.950, H. Q. H. A. (Wakil Walikota/Walikota Jan-Mar 2010/April-Des 2010) jumlah dalam setahun Rp 86.088.000, PPh 15 % sebesar Rp 12.913.200, H. A. R. H. A (Wawali Okt-Des 2010) jumlah dalam setahun Rp 16.500.000, PPh 15% sebesar Rp 2.475.000, sehingga total keseluruhannya sebesar Rp 18.993.150.-
Sedangkan pada pos belanja makanan dan minuman pimpinan daerah dan Sekda serta belanja premi jaminan kesehatan berdasarkan LRA tahun 2010, diketahui Pemkot Bima menganggarkan belanja barang dan jasa sebesar Rp 49.720.308.672 dan telah direalisasikan Rp 45.852.505.947 atau 92.22 persen. Dari realisasi belanja barang dan jasa itu, diantaranya Rp 4.590.929.000, direalisasikan belanja makan dan minum.
Dari hasil penelusuran diketahui bahwa realisasi belanja makan minum tersebut diantaranya Rp 757.669.500 terealisasi sebagai belanja makan minum di Bagian Umum dan perlengkapan Setda dan dari hasil penelusuran terhadap bukti SPJ belanja diduga terdapat pembayaran realisasi belanja makan dan minum harian pegawai dan belanja makanan dan minuman tamu lebaran kepada Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan Sekda yang diduga dibayarkan secara tunai dan tanpa didukung bukti penggunaan dan tersebut, H. N. N. A. L. Walikota (Jan-Mar 2010) sebesar Rp 75 juta, H. Q. H. A, Wawali/Walikota (Jan-Mar 2010/Apr-Des 2010) sebesar Rp 330 juta, H. A. R. H. A., SE (Wawali okt-Des 2010) sebesar Rp 80 juta, Drs. M. N. MM (Sekda Jan-Feb 2010) sebesar Rp 15 juta, H. N, SH (Sekda Mar-Ags 2010) sebesar Rp 37.500 juta, dan Drs. H. T. U. (Sekda Sept-Des) sebesar Rp 32.500 juta.
Berdasarkan hasil konfirmasi BPK dengan kepala daerah dan wakada serta Sekda selama TA 2010, diketahui bahwa yang bersangkutan memang benar telah menerima secara tunai realisasi belanja dan makanan dan minuman harian pegawai dan makanan minuman tamu lebaran tersebut.
Untuk pos belanja premi jaminan kesehatan, dari realisasi belanja barang dan jasa sebesar Rp 45.852.505.000, juga diketahui diantaranya direalisasikan sebagai belanja premi jaminan kesehatan sebesar Rp 34.744.000 di bagiam umum, diduga dibayarkan secara tunai sebanyak satu kali kepada M. N. A. L sebesar Rp 12.500.000 yang digunakan untuk pembelian kacamata dan pemeriksaan gigi.
Sedangkan sebesar Rp 22.244.000 dibayarkan secara tunai kepada kepala daerah an H. Q. H. A, yang dibayarkan sebanyak tiga kali diantaranya sebesar Rp 4.744.000 digunakan untuk membeli kacamata.
Dari hasil konfirmasi dengan Bagian Umum, belanja premi kesehatan itu diduga dibayarkan secara tunai kepada Walikota H. Q. H. A untuk membayar premi asuransi kesehatan tahun 2010 sebesar Rp 25.060.000. Diketahui asuransi itu pengadaannya dilakukan sendiri Walikota dan kontrak kerjasama dengan pihak asuransi dilakukan sendiri. Menariknya diketahui jangka waktu kontrak asuransi selama 5 tahun yang dimulai sejak bulan Mei 2009 sampai dengan April 2014, yang berarti melebih masa jabatan Walikota yang berakhir 2013.
Menurut temuan BPK, kontrak tersebut tidak sepenuhnya merupakan asuransi kesehatan, melainkan asuransi kesehatan yang dikombinasikan dengan investasi karena pada akhir masa kontrak yaitu 2014 perusahaan asurasi akan membayarkan secara tunai kepada Walikota minimal Rp 100.104.995. Kondisi ini masih menurut BPK, diduga tidak sesuai PP 109 tahun 2000 tentang kedudukan keuangan kepala daerah dan wakada pasal 8 huruf ‘a’ dan pasal 8 huruf ‘e’, yang menyebutkan bahwa biaya pemeliharaan kesehatan dipergunakan untuk pengobatan, perawatan, rehabilitasi, tunjangan cacat, dan uang duka bagi kepala dearah dan wakada beserta anggota keluarga. Kondisi ini, juga diduga bertentangan dengan PP 58 tahun 2005 pasal 27 ayat 7 huruf ‘b’ dan Permendagri 59 tahun 2007 tentang perubahan atas Permendagri 13 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan keuangan daerah.
Kebijakan tersebut, ungkap BPK, menyebabkan pengeluaran makanan dan minuman dan belanja premi jaminan kesehatan masing-masing Rp 570.000.000 dan Rp 17.500.000 (22.244.000-4.744.000) diduga tidak dapat diuji keabsahannya.
Atas berbagai temuan yang ditandatangani oleh Penanggungjawab Pemeriksaan BPK Perwakilan Propinsi NTB, , B. Suharyanto, SE, M. Si, Ak, , tanggal 16 Mei 2011, BPK memerintahkan kepada bendahara pengeluaran bagian umum dan perlengkapan Setda Kota Bima TA 2010 dan kepala Bagian Umum Setda untuk mempertanggungjawabkan pembayaran makanan dan minuman serta belanja premi jaminan kesehatan seluruhnya sebesar Rp 587.500.000 (570.000.000 + 17.500.500) dan/atau apabila tidak dapat mempertanggungjawabkan, agar memerintahkan untuk menarik belanja makanan dan minuman serta belanja premi kesehatan seluruhnya Rp 587.500.000 dari pimpinan daerah dan sekda yang telah menerima secara tunai dan menyetorkan ke kas daerah.
BPK Menyarankan kepada Walikota Bima, agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada bendahara pengeluaran kerja Walikota dan Wawali dan selanjutnya memerintahkannya untuk mengenakan pasal PPh pasal 21 atas pembayaran biaya penunjang operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah sebesar Rp 18.993.150 ke kas Negara.
Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Plt. Dispenda TA 2010 dan memerintahkan Dispenda 2011 untuk menyetorkan kelebihan pembagian insetif PBB sebesar Rp 1.591.425.669 ke kas daerah.
Memberikan sanski sesuai ketentuan kepada bendahara umum pengeluaran bagian keuangan Setda TA 2010 dalam kelaian membayar honorarium dan uang lembur tanpa melakukan verifikasi pelaksanaan kegiatan dan memerintah Inspektorat Kota Bima untuk menguji keabsahan kegiatan penyusunan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah.
Memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada panitia pengadaan barang dan memerintahkan menarik kelebihan pembayaran Rp 27.500 juta dari CV. Harapan Ryfahmad, memberikan sanksi sesuai ketentuan berlaku kepada Bagian Ekonomi Setda TA 2010 yang menggunakan pengembalian dana bergulir untuk kepentingan pribadi dan memerintahkannya untuk menyetorkan dana sebesar Rp 2,310.000 ke kas daerah. (GA. 212*)