![]() |
Add caption |
Desa Bugis adalah merupakan salah satu desa dari 17 (Tujuh belas) Desa yang ada di Kecamatan Sape kabupaten Bima. Kecamatan Sape sendiri adalah kecamatan diwilayah Timur Bima dan merupakan kawasan Timur Propinsi NTB.
Kecamatan Sape merupakan alur penyebrangan yang menghubungkan Bima dengan Propinsi NusaTenggara Timur. Atau dikenal dengan daerah 'Pintu Gerbang Timur NTB'. Dalam dunia Motor Clubs, Sape lebih sering disebut sebagai 'Kilometer Nol (0 km)'.
Desa Bugis sebagai salah satu desa diwilayah kecamatan Sape merupakan daerah pesisir dengan potensi Ikan yang cukup banyak. setidaknya, hasil garapan nelayan Desa Bugis mampu menutupi kebutuhan Ikan dipasar Lokal Kota Bima dan malah banyak pula dibawa keluar daerah.
Luas Wilayah Desa Bugis kecamatan Sape adalah 3.500,00 Ha. Dengan Jumlah Penduduk 7.007 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 3.864 orang, Perempuan sebanyak 3.143 orang, dan memiliki Kepala Keluarga sebanyak 1.457 KK.
Berdasarkan penuturan cerita dan sejarah Desa Bugis adalah, Sejak awal abad ke 20 diwilayah yang sekarang dikenal sebagai Desa Bugis telah terbentuk komunitas masyarakat yang dikenal sebutan kampong hugi (perkampungan orang bugis) yang berlokasi di sekitar wilayah yang sekarang menjadi dusun Bajo Sarae. Kampong pada masa itu dipimpin oleh seorang Matoa yang berarti orang yang di-tua-kan (dalam bahasa Bugis) yang antara lain cukup dikenal adalah Matoa H.Jafar dan Matoa Lago yang memimpin Desa Bugis ini pada sekitar tahun 1920an sampai 1948.
Matoa H. Jafar dalam literatur Kesultanan merupakan Jeneli Sape terakhir sekaligus Galarang. Sebab, pada awal Abad ke 19, Kesultanan Bima masih berlaku sebagai sistem pemerintahan hingga pada tahun 1951. Karena Kesultanan Bima resmi menggabungkan diri sebagai bagian dari NKRI pada tahun 1949.
Dari sejarah asal mula Warga Bugis yang berasal dari Sulawesi, ada pula warga asli keturunan Bima, namun dari catatan sejarah yang ada bahwa Keturunan Bima karena adanya hubungan kekeluargaan yang sangat erat baik kehidupan adat maupun tradisi sosial keseharian masyarakat di Desa Bugis.
Dari sejak dulu hingga saat ini, masyarakat desa bugis dalam kegiatan perekonomiannya adalah sebagai nelayan dan melaut (pelayaran antar pulau) serta sebagian kecil ada juga yang bertani. Masyarakat bugis sangat mahir membuat konstruksi perahu layar dengan model dan tipe yang menarik.
Pada pertengahan tahun 1940 yang mana pada waktu itu Bugis di pimpin oleh matoa Lagu, untuk pertama kali diprakarsai pembangunan balai sederhana sebagai tempat kegiatan pemerintahan Desa yang merubah bentuk dari Jeneli. Perubahan ini mengikuti Pola pemerintahan daerah yang menjadi daerah Swapraja.
Dalam perkembangan selanjutnya pada tanggal 17 september 1948 di tunjuk sebagai kepala desa pertama yaitu H. M. Ali H. Jafar yang akrab disapa Pua Na'e. Sehingga secara Histories sejarah, Tanggal 17 September disepakati sebagai hari lahir Desa Bugis.
Kantor Desa sebagai pusat kegiatan pemerintahan pada waktu itu adalah di Bajosarae, Lokasi tepatnya yaitu dirumah Bapak Firdaus H. Ahmad SH (sekarang). Selama kepemimpinan H.M.Ali H.Jafar, perkembangan desa dan kehidupan administrasi masyarakat cukup banyak mengalami kemajuan.Perdagangan antara pulau pun dirintis dengan profesional terutama antara Desa Bugis dan Desa-Desa dikabupaten Manggarai NTT.
Akibat sering melakukan Pelayaran keluar daerah, H.M Ali H. Jafar, banyak melimpahkan tugas kepemerintahan kepada bawahanya antara lain, Ahmad Daeng Matuppu yang pada waktu itu selaku kepala dusun, kemudian menjabat Kepala Desa. H.Abdul Halik dan H.Syamsudin sekitar Tahun 1951, Pernah pula menjabat Kepala Desa di Desa Bugis, tatkala setelah Indonesia Merdeka. Pada masa inilah mulai dibangunya sekolah-sekolah madrasah di Bugis.
Dari segi kepemimpinan Mulai dengan pimpinan Kepala Kampung dan Adat, atau disebut pula sebagai Gelarang. Hingga saat ini Kepala Desa Bugis selalu diapresiasi oleh masyarakat setempat . Sebab selalu berhasil membangun Desa dan Kampungnya, baik dari segi Perekonomian, Pembangunan, Keamanan dan Sosial Budaya
Desa Bugis kini jauh lebih luas dari sebelumnya dan Warganya semakin banyak sehingga pemerataan pembangunan belum mencukupi walaupun telah memiliki sarana dan prasarana, baik pelabuhan dan tempat pelelangan Ikan (TPI) namun pengelolaan masih dikelolah oleh pusat belum bisa menjadi bagian dari pendapatan Desa Bugis itu sendiri.